Kamis, 16 April 2015

Jokowi Harus Pimpin Langsung Diplomasi Pembebasan Buruh Migran Indonesia

JAKARTA, - Pelaksanaan eksekusi mati dengan cara pancung yang dilakukan otoritas Saudi Arabia terhadap PRT migran Indonesia asal Bangkalan Jawa Timur, Siti Zaenab pada tanggal 14 April 2015 telah memenggal rasa kemanusiaan dan keadilan

Dengan melihat situasi seperti ini, menurut Komunitas Masyarakat Sipil Indonesia dalam sebuah pernyataannya mengatakan bahwa hukuman mati adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia dimana negara secara langsung memberikan keabsahan atas penghilangan nyawa.

Masyarakat Sipil Indonesia yang terdiri dari Migrant CARE, KontraS, Institut KAPAL Perempuan, Imparsial,  KWI,  Koalisi Perempuan,  Jaringan Gusdurian dan Change.org memang Pemerintah Indonesia memang melakukan protes pelaksanaan eksekusi ini dari sudut pandang etika diplomasi antar bangsa karena tidak adanya notifikasi tentang tindakan yang dilakukan Saudi dalam penghilangan nyawa WNI ini.

Oleh karena itu sudah sewajarnya, pemerintah Indonesia melancarkan protes keras atas langkah arogan pemerintah Saudi Arabia dan sangat perlu mengambil langkah-langkah diplomatik yang tegas dengan memulangkan duta besar Saudi Arabia untuk Indonesia.

Masalah hukuman mati yang dihadapi ratusan buruh migran Indonesia di luar negeri memang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Jokowi yang menempatkan masalah perlindungan warga negara sebagai salah satu prioritas yang ada dalam visi-misi pemerintahan sekarang, NAWACITA. 

Terakumulasinya ratusan buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati dan ribuan kasus kekerasan yang dialami buruh migran Indonesia menjadi potensi bom waktu akibat kegagalan diplomasi perlindungan buruh migran pada masa pemerintahan sebelumnya.

Namun, langkah cerdas tersebut adalah menghapus rintangan-rintangan politik yang menghalangi legitimasi politik dan moral diplomasi Indonesia dalam pembebasan buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati dan kasus-kasus kekerasan lainnya.

Rintangan tersebut adalah masih berlakunya pidana mati dalam hukum positif Indonesia dan masih adanya keengganan di pemerintah dan parlemen Indonesia akan adanya UU Perlindungan PRT Dalam Negeri.

Akan tetap sulit bagi Indonesia untuk memperjuangkan pemebebasan buruh migran Indonesia dari hukuman mati, jika di Indonesia sendiri juga masih menerapkan pidana mati.

Oleh karena itu menurut komunitas masyarakat sipil ini harus ada keberanian dari pemerintah Indonesia untuk mengakhiri pidana mati dalam hukum positif Indonesia.

Demikian juga dalam soal perlindungan PRT migran Indonesia, tanpa adanya UU Perlindungan PRT di dalam negeri, Indonesia juga tak punya legitimasi yang kuat untuk menuntut adanya perlindungan PRT migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Langkah-langkah konkrit lain yang harus segera dilakukan adalah menguatkan diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia dengan prioritas pembebasan ratusan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara.

Langkah ini mensyaratkan adanya diplomasi tingkat tinggi (high level diplomacy) yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi terutama untuk langkah-langkah darurat terhadap puluhan buruh migran Indonesia yang sudah divonis tetap dan menunggu waktu eksekusi.

Menurut Masyarakat Sipil Indonesia dengan langkah ini mutlak dilakukan agar eksekusi terhadap Ruyati dan Siti Zaenab tidak terulang lagi.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz