JAKARTA, - Pelaksanaan
eksekusi mati dengan cara pancung yang dilakukan otoritas Saudi Arabia terhadap
PRT migran Indonesia asal Bangkalan Jawa Timur, Siti Zaenab pada tanggal 14
April 2015 telah memenggal rasa kemanusiaan dan keadilan
Dengan melihat situasi
seperti ini, menurut Komunitas Masyarakat Sipil Indonesia dalam sebuah
pernyataannya mengatakan bahwa hukuman mati adalah bentuk pelanggaran hak asasi
manusia dimana negara secara langsung memberikan keabsahan atas penghilangan
nyawa.
Masyarakat Sipil Indonesia
yang terdiri dari Migrant CARE, KontraS, Institut KAPAL Perempuan,
Imparsial, KWI, Koalisi Perempuan, Jaringan Gusdurian dan Change.org memang
Pemerintah Indonesia memang melakukan protes pelaksanaan eksekusi ini dari
sudut pandang etika diplomasi antar bangsa karena tidak adanya notifikasi
tentang tindakan yang dilakukan Saudi dalam penghilangan nyawa WNI ini.
Oleh karena itu sudah sewajarnya,
pemerintah Indonesia melancarkan protes keras atas langkah arogan pemerintah
Saudi Arabia dan sangat perlu mengambil langkah-langkah diplomatik yang tegas
dengan memulangkan duta besar Saudi Arabia untuk Indonesia.
Masalah hukuman mati yang
dihadapi ratusan buruh migran Indonesia di luar negeri memang menjadi tantangan
berat bagi pemerintahan Jokowi yang menempatkan masalah perlindungan warga
negara sebagai salah satu prioritas yang ada dalam visi-misi pemerintahan
sekarang, NAWACITA.
Terakumulasinya ratusan buruh migran Indonesia yang
menghadapi ancaman hukuman mati dan ribuan kasus kekerasan yang dialami buruh
migran Indonesia menjadi potensi bom waktu akibat kegagalan diplomasi
perlindungan buruh migran pada masa pemerintahan sebelumnya.
Namun, langkah cerdas
tersebut adalah menghapus rintangan-rintangan politik yang menghalangi
legitimasi politik dan moral diplomasi Indonesia dalam pembebasan buruh migran
Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati dan kasus-kasus kekerasan
lainnya.
Rintangan tersebut adalah
masih berlakunya pidana mati dalam hukum positif Indonesia dan masih adanya
keengganan di pemerintah dan parlemen Indonesia akan adanya UU Perlindungan PRT
Dalam Negeri.
Akan tetap sulit bagi
Indonesia untuk memperjuangkan pemebebasan buruh migran Indonesia dari hukuman
mati, jika di Indonesia sendiri juga masih menerapkan pidana mati.
Oleh karena itu menurut
komunitas masyarakat sipil ini harus ada keberanian dari pemerintah Indonesia
untuk mengakhiri pidana mati dalam hukum positif Indonesia.
Demikian juga dalam soal
perlindungan PRT migran Indonesia, tanpa adanya UU Perlindungan PRT di dalam
negeri, Indonesia juga tak punya legitimasi yang kuat untuk menuntut adanya
perlindungan PRT migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Langkah-langkah konkrit lain
yang harus segera dilakukan adalah menguatkan diplomasi perlindungan buruh
migran Indonesia dengan prioritas pembebasan ratusan buruh migran Indonesia
yang terancam hukuman mati di berbagai negara.
Langkah ini mensyaratkan
adanya diplomasi tingkat tinggi (high level diplomacy) yang dipimpin langsung
oleh Presiden Jokowi terutama untuk langkah-langkah darurat terhadap puluhan
buruh migran Indonesia yang sudah divonis tetap dan menunggu waktu eksekusi.
Menurut Masyarakat Sipil
Indonesia dengan langkah ini mutlak dilakukan agar eksekusi terhadap Ruyati dan
Siti Zaenab tidak terulang lagi.
Kontak Blog >
ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz