NEW YORK,
- Indonesia mendesak Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperkuat peranannya dalam memerangi ekstremisme
yang semakin hari semakin memprihatinkan.
Hal ini
disampaikan Dubes Muhammad Anshor, Kuasa Usaha Sementera PTRI New York dalam
debat terbuka Dewan Keamanan PBB (DK-PBB) tentang Peran Pemuda dalam Menangkal
Ekstremisme dan Mewujudkan Perdamaian di New York,
“Ekstremisme
semakin dirasakan dampaknya di seluruh dunia. Dengan demikian, memerangi
ekstremisme merupakan tanggung jawab bersama, baik negara maupun PBB“, ucap
Dubes Anshor.
Sebagaimana
informasi yang diterima dari Anindityo Adi Primasto melalui email menjelaskan
bahwa debat terbuka tersebut
diselenggarakan untuk menanggapi tingginya keterlibatan generasi muda dalam
kegiatan-kegiatan ekstrem, termasuk dalam kelompok teroris seperti Islamic
State in Iraq and Syria (ISIS).
Melalui debat
terbuka, negara-negara diharapkan dapat belajar dari upaya negara lain dalam
mencegah penyebaran paham ekstrem di kalangan generasi muda.
Terkait maksud
tersebut, Dubes Anshor menekankan bahwa generasi muda, yang jumlahnya sangat
besar, berperan penting dalam melawan
ekstremisme.
“Negara perlu
memperkuat keterlibatan generasi muda dalam menyebarluaskan pesan toleransi dan
saling menghargai, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global,”ucapnya
Agar semua
upaya itu mencapai tujuan, Dubes Anshor menggarisbawahi perlunya PBB untuk
memastikan keselarasan upayanya dengan upaya negara.
Dalam kerangka
ini, DK antara lain didesak untuk mengintensifkan upaya-upaya penyelesaian
konflik dan penciptaan perdamaian karena kelompok-kelompok teroris telah
terbukti sering mengeksploitasi konflik-konflik yang berkepanjangan untuk
menyebarluaskan ekstremisme dan merekrut anggota baru di antara generasi muda.
“DK harus
menjadi bagian dari upaya sistematik PBB dalam melawan ekstremisme. Aktivitas
DK juga harus sejalan dengan aktivitas badan-badan PBB yang menangani isu
pembangunan. Ini karena upaya melawan ekstremisme harus dapat mengatasi akar
masalahnya, termasuk masalah kesenjangan, diskriminasi, atau marginalisasi.
Dengan demikian, diperlukan program pembangunan yang bersifat inklusif, di mana
semua komponen masyarakat dapat terlibat dan meraih manfaat, khususnya di
negara yang baru keluar dari konflik”, ucapnya
Kontak Blog
> ervanca@gmail.com
Twitter.com/catatanLorcasz