Senin, 16 Februari 2015

Hukuman Mati di Indonesia Tidak Langgar HAM dan Hukum Internasional

NEW YORK, - Melihat Australia yang terus mengiba dan adanya ucapan Sekjen PBB yang dilontarkan juru bicaranya bahwa Indonesia melanggar HAM dan Hukum Internasional terkait eksekusi mati yang sudah dilakukan dan akan berlanjut membuat negeri ini gerah.

Sebagaimana informasi yang diberikan Ricardo Ruru Staff Media PTRI New York melalui email mengatakan Dubes RI untuk PBB di New York, Desra Percaya mengatakan bahwa hukuman mati tersebut tidak bertentangan dengan HAM dan hukum internasional

“Hukuman mati di Indonesia tidak bertentangan dengan HAM dan hukum internasional,”ucapnya.

Dubes Desra juga menjelaskan bahwa larangan hukuman mati bukan merupakan standar universal di bidang HAM dan pembahasan dalam forum PBB masih berlangsung dan belum tercapai konsesus.

“Setiap negara memiliki tantangan yang khas. Penerapan hukuman ini merupakan respon Pemerintah terhadap tantangan unik di Indonesia dan merupakan bagian dari pelaksanaan kedaulatan,”ucapnya.

Menurut mantan Jubir Kemlu ini mengatakan setiap negara memiliki tantangan yang khas dimana penerapan hukuman ini merupakan respon pemerintah terhadap tantangan unik di negeri ini dalam melaksanakan kedaulatan.

“Setiap negara memiliki tantangan yang khas. Penerapan hukuman ini merupakan respon Pemerintah terhadap tantangan uni di Indonesia dan merupakan bagian dari pelaksanaan kedaulatan,”ucapnya.

Menurut pria kelahiran Malang 20 April 1961 ini mengatakan bahwa penerapan hukuman mati di Indonesia bukan merupakan extrajudicial atau summary or arbitrary execution yang melanggar norma HAM tetapi merupakan tindakan hukum yang telah melalui dua process of law dan semua tingkatan upaya telah ditempuh

“Indonesia mengharga upaya Sekjen PBB untuk melakukan komunikasi langsung dengan Pemerintah namun menyayangkan sikapnya yang didasarkan pada pemahaman sempit dan sepihak. sikap tersebut berpotensi mengurangi integritas Sekjen PBB dalam menjalankan mandatnya, khususnya terkait pembahasan isu hukuman mati yang masih berlangsung di PBB,”ucapnya.

Penjelasan  Dubes ini merupakan tanggapan atas pernyataan Juru Bicara Sekjen PBB PBB, Stephane Dujarric tentang eksekusi terhadap narapidana kejahatan narkoba.

Ilustrasi - Istimewa


Sebagai informasi, Mukadimah UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances of 1988, mengakui bahwa narkoba mendatangkan ancaman serius terhadap kesehatan dan kesejahteraan umat manusia, serta membawa dampak buruk terhadap dasar ekonomi, budaya dan politik dari suatu masyarakat.

Selanjutnya, Pasal 24 dari Konvensi ini juga memberikan kewenangan kepada negara pihak untuk menjatuhkan hukuman yang tegas kepada pelaku kejahatan narkoba.

Sebagai negara pihak pada Konvensi ini, latar belakang tersebut memberikan landasan kuat bagi Pemri untuk mengkategorikan kejahatan narkoba sebagai kejahatan serius sesuai Pasal 6 Konvensi Internasional mengenai Hak-Hal Sipil dan Politik.

Memperkuat posisi Pemerintah RI, Mahkamah Konstitusi RI pada tahun 2007 telah memutuskan bahwa hukuman mati tidak melanggar Konvensi Internasional.

Ditegaskan pula bahwa hukuman mati harus dijatuhkan melalui proses peradilan yang adil dan terbuka, dan tidak melanggar ketentuan internasional terkait, seperti tidak dijatuhkan kepada anak-anak dan wanita hamil dan tetap ada kemungkinan grasi atau perubahan hukuman.

Dalam pelaksanaannya, penerapan hukuman mati di Indonesia tidak diterapkan semata-mata terhadap seluruh kejahatan narkotika, seperti terhadap remaja, artis atau turis asing yang tertangkap menggunakan narkotika, namun dijatuhkan kepada bandar atau produsen narkoba.

Hukuman ini diterapkan untuk memberikan efek jera dan pencegahan yang maksimal terhadap kejahatan berat narkoba.





Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz