NEW YORK, - Melihat
Australia yang terus mengiba dan adanya ucapan Sekjen PBB yang dilontarkan juru
bicaranya bahwa Indonesia melanggar HAM dan Hukum Internasional terkait
eksekusi mati yang sudah dilakukan dan akan berlanjut membuat negeri ini gerah.
Sebagaimana informasi yang
diberikan Ricardo Ruru Staff Media PTRI New York melalui email mengatakan Dubes
RI untuk PBB di New York, Desra Percaya mengatakan bahwa hukuman mati tersebut
tidak bertentangan dengan HAM dan hukum internasional
“Hukuman mati di Indonesia
tidak bertentangan dengan HAM dan hukum internasional,”ucapnya.
Dubes Desra juga menjelaskan
bahwa larangan hukuman mati bukan merupakan standar universal di bidang HAM dan
pembahasan dalam forum PBB masih berlangsung dan belum tercapai konsesus.
“Setiap negara memiliki
tantangan yang khas. Penerapan hukuman ini merupakan respon Pemerintah terhadap
tantangan unik di Indonesia dan merupakan bagian dari pelaksanaan kedaulatan,”ucapnya.
Menurut mantan Jubir Kemlu
ini mengatakan setiap negara memiliki tantangan yang khas dimana penerapan
hukuman ini merupakan respon pemerintah terhadap tantangan unik di negeri ini
dalam melaksanakan kedaulatan.
“Setiap negara memiliki
tantangan yang khas. Penerapan hukuman ini merupakan respon Pemerintah terhadap
tantangan uni di Indonesia dan merupakan bagian dari pelaksanaan kedaulatan,”ucapnya.
Menurut pria kelahiran
Malang 20 April 1961 ini mengatakan bahwa penerapan hukuman mati di Indonesia
bukan merupakan extrajudicial atau summary or arbitrary execution yang
melanggar norma HAM tetapi merupakan tindakan hukum yang telah melalui dua
process of law dan semua tingkatan upaya telah ditempuh
“Indonesia mengharga upaya
Sekjen PBB untuk melakukan komunikasi langsung dengan Pemerintah namun
menyayangkan sikapnya yang didasarkan pada pemahaman sempit dan sepihak. sikap
tersebut berpotensi mengurangi integritas Sekjen PBB dalam menjalankan
mandatnya, khususnya terkait pembahasan isu hukuman mati yang masih berlangsung
di PBB,”ucapnya.
Penjelasan Dubes ini merupakan tanggapan atas pernyataan
Juru Bicara Sekjen PBB PBB, Stephane Dujarric tentang eksekusi terhadap narapidana
kejahatan narkoba.
Ilustrasi - Istimewa |
Sebagai informasi, Mukadimah
UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic
Substances of 1988, mengakui bahwa narkoba mendatangkan ancaman serius terhadap
kesehatan dan kesejahteraan umat manusia, serta membawa dampak buruk terhadap
dasar ekonomi, budaya dan politik dari suatu masyarakat.
Selanjutnya, Pasal 24 dari
Konvensi ini juga memberikan kewenangan kepada negara pihak untuk menjatuhkan
hukuman yang tegas kepada pelaku kejahatan narkoba.
Sebagai negara pihak pada
Konvensi ini, latar belakang tersebut memberikan landasan kuat bagi Pemri untuk
mengkategorikan kejahatan narkoba sebagai kejahatan serius sesuai Pasal 6
Konvensi Internasional mengenai Hak-Hal Sipil dan Politik.
Memperkuat posisi Pemerintah
RI, Mahkamah Konstitusi RI pada tahun 2007 telah memutuskan bahwa hukuman mati
tidak melanggar Konvensi Internasional.
Ditegaskan pula bahwa
hukuman mati harus dijatuhkan melalui proses peradilan yang adil dan terbuka,
dan tidak melanggar ketentuan internasional terkait, seperti tidak dijatuhkan
kepada anak-anak dan wanita hamil dan tetap ada kemungkinan grasi atau
perubahan hukuman.
Dalam pelaksanaannya,
penerapan hukuman mati di Indonesia tidak diterapkan semata-mata terhadap
seluruh kejahatan narkotika, seperti terhadap remaja, artis atau turis asing
yang tertangkap menggunakan narkotika, namun dijatuhkan kepada bandar atau
produsen narkoba.
Hukuman ini diterapkan untuk
memberikan efek jera dan pencegahan yang maksimal terhadap kejahatan berat
narkoba.
Kontak Blog >
ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz