Kamis, 26 Februari 2015

Perwakilan Khusus Sekjen PBB Himbau Indonesia untuk Hapuskan Kekerasan Terhadap Anak

twitter.com/SRSGVAC
JAKARTA, - Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kekerasan Terhadap Anak, Marta Santos menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Indonesia yang telah menyertakan upaya  mengatasi kekerasan terhadap anak di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.

“Kekerasan terhadap anak adalah fenomena global. Ini terjadi di semua negara di seluruh lapisan masyarakat, termasuk di Indonesia. Kekerasan terhadap anak sering kali tersembunyi, dan di banyak kasus dibenarkan. Tapi saya ingin memperjelas satu hal,” ucapnya

Marta juga mengatakan bahwa kekerasan terhadap anak tidak pernah bisa dibenarkan dan semua kekerasan terhadap anak juga bisa dihindari secara efektif.

“Kekerasan terhadap anak tidak pernah bisa dibenarkan dan semua kekerasan terhadap anak bisa dihindari secara efektif. Dengan kemauan politik yang kuat, mobilisasi yang luas, dan tindakan yang tegas, kekerasan terhadap anak bisa diakhiri.”ucapnya

Sebagaimana informasi yang diberikan UNIC Jakarta melalui email mengatakan dalam kunjungannya selama seminggu di Jakarta, Santos Pais mendorong Pemerintah untuk membangun mekanisme yang kuat untuk memastikan implementasi tujuan-tujuan RPJMN yang efektif dan sistem akuntabilitas dan pengawasan yang jelas, serta mengalokasikan anggaran yang  memadai di semua sektor dalam upaya mencegah dan  menangani kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Dia juga menyatakan harapannya bahwa Indonesia akan berada di garis depan gerakan menghapus kekerasan terhadap anak, yang akan menjadi bagian penting dalam Sustainable Development Goals (SDG) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Draf SDG menyertakan beberapa target yang bertujuan untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak perempuan dan laki-laki, termasuk praktek-praktek yang membahayakan anak seperti   perkawinan usia anak dan mutilasi alat kelamin perempuan.

“Saya ingin mengundang Indonesia untuk mengambil posisi pemimpin dan menjadi menara suardi kawasan ini dalam membentuk kebijakan dan agenda keseluruhan untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak,” ujarnya.

Untuk mencapai tujuan ini, Santos Pais merekomendasikan penyelesaian dari Strategi dan Rencana Aksi Nasional tentang kekerasan terhadap anak, dengan menggarisbawahi bahwa 90 negara di dunia telah memiliki strategi dan rencana aksi tentang hal ini.

Bagian penting dari kesuksesan langkah ini adalah dengan melibatkan orang muda atau anak-anak dalam pengembangan dan implementasinya.

Lebih lanjut, dirinya menyambut langkah Indonesia yang telah melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak termasuk di institusi, di masyarakat, dan di sekolah.

Namun, dirinya menyayangkan bahwa sampai saat ini belum ada undang-undang yang secara jelas melarang hukuman fisik di dalam rumah tangga.

Dia mendorong Pemerintah untuk bergabung dengan 45 negara yang telah memiliki undang-undang yang secara komprehensif melarang kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun.

Mengacu pada pelajaran yang didapatkan dari negara lain, Santos Pais menekankan pentingnya memulai pembahasan terbuka di masyarakat tentang dampak negatif dari kekerasan terhadap anak dengan mengambil contoh tindakan yang dilakukan Swedia

“Misalnya di Swedia – yang merupakan negara pertama yang melarang kekerasan terhadap anak di tahun 1979 – perundang-undangan yang baru disertai dengan diskusi yang intensif tentang bagaimana perilaku kekerasan terhadap anak bisa dihindari. Lebih jauh lagi, keluarga membutuhkan dukungan untuk mengetahui bagaimana membesarkan anak dengan baik tanpa menggunakan kekerasan,” ujarnya.

Saat ini tidak ada data nasional yang memberikan gambaran seberapa parahnya kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Namun studi yang telah ada menunjukkan bahwa kekerasan adalah realitas yang tersembunyi yang dialami oleh banyak sekali dari seluruh anak Indonesia yang berjumlah 80 juta orang.

Menurut Global School-based Student Health Survey (GSHS), atau survei kesehatan global berbasis sekolah, di tahun 2007 sekitar 40 persen murid berusia 13-15 tahun di Indonesia melaporkan telah diserang secara fisik selama 12 bulan terakhir di sekolah mereka.

Ini adalah salah satu angka yang tertinggi di Indonesia. Setengah dari anak-anak yang disurvei melaporkan telah mengalami perundungan (bully) di sekolah, sementara 56 persen anak laki-laki dan 29 persen anak perempuan di institusi – termasuk panti asuhan, pusat rehabilitasi, pesantren dan asrama serta tempat tahanan anak-anak – melaporkan telah mengalami kekerasan fisik.

Namun hanya sedikit dari anak-anak yang menjadi korban kekerasan di Indonesia mendapatkan bantuan profesional.

Selama kunjungannya ke Indonesia yang dimulai hari Senin, Marta Santos Pais telah bertemu dengan anggota DPR Ledia Hanifa dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago.

Dirinya juga berpartisipasi dalam diskusi tentang kekerasan terhadap anak bersama perwakilan dari BAPPENAS. Dia juga berbicara di Universitas Indonesia dan bertemu dengan beberapa organisasi kemasyarakatan serta organisasi orang muda.

Pada hari Jumat dia akan berpartisipasi dalam dialog bersama ASEAN Commission on the Rights of Women and Children (Komisi ASEAN tentang Hak Perempuan dan Anak).

Sebagai informasi Marta Santos Pais ditunjuk menjadi Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal dalam hal Kekerasan terhadap Anak pada bulan September 2009.

Dengan lebih dari 30 tahun pengalaman di bidang hak asasi manusia, dan keterlibatan di Persatuan Bangsa-Bangsa serta proses antar-pemerintahan, dia memajukan tindakan pencegahan dan mengakhiri semua bentuk kekerasan terhadap anak di sistem peradilan, rumah tangga, tempat rawatan alternatif, sekolah serta masyarakat.

Sebelum pengangkatannya ke posisi Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal dalam hal Kekerasan Terhadap Anak, Marta Santos Pais adalah direktur UNICEF Innocenti Research Centre sejak 2001.

Dia bergabung dengan UNICEF pada tahun 1997 sebagai Direktur Evaluasi, Kebijakan dan Perencanaan. Sebelumnya dia adalah Rapporteur dari Komite Hak-hak Anak dan Wakil Ketua Komite Koordinasi Kebijakan Anak di Dewan Eropa. 




Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz