JAKARTA, - Tidak
dimasukkannya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU
PRT) ke dalam Program Legislasi Nasional 2015 menuai kecaman.
Salah satunya adalah Komite
Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran yang menilai parlemen
telah membohongi publik dengan tidak dimasukkannya RUU tersebut ke dalam
prolegnas.
twitter.com/bukan_PEMBANTU |
Protes ini disampaikan
Koordinator Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga atau JALA PRT, Lita
Anggraini di Jakarta.
“Kami protes keras atas
tindakan pembohongan publik dengan menghapus UU PRT dalam Prolegnas. Kami
menyayangkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak mengusulkan UU PRT
dalam pembahasan legislasi,”ucapnya
Menurut Lita, jika negeri
ini menuntut negara lain untuk melindungi buruh migran kenapa pembahasannya
tidak kunjung kelar kalau begini bagaimana negara melindungi hak-hak dari PRT.
“Kalau tidak disahkan
bagaimana perlindungan terhadap hak-hak PRT yang harus dipenuhi ? misalnya pengakuan
PRT sebagai pekerja dan mendapatkan libur mingguan minimal sehari dalam
seminggu,”ucapnya.
Menurutnya saat ini PRT
kerap dipandang sebelah mata dengan dalih pekerjaan mereka hanyalah berada pada
sektor informal dan tidak mendapatkan gaji yang layak.
Karena menurut Lita PRT
hingga saat ini belum mendapatkan gaji yang layak, padahal jika mengacu standar
upah minimum di Jakarta setidaknya mereka mengantongi sekitar Rp2,7 juta tiap
bulan.
“Sebanyak 75 persen dari
kasus yang ditangani kebanyakan tidak dibayar gajinya. Ada yang selama tiga
atau enam bulan, bahkan hak komunikasi sama sekali tidak ada seperti kesulitan
keluar rumah,”ucapnya.
Melihat situasi seperti ini
pihaknya meminta adanya perjanjian kerja antara pembantu dan majikan secara
tertulis supaya tidak terjadi pengingkaran seperti pemotongan upah.
Kontak Blog > ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz