JAKARTA, - Pemerintah
Indonesia akan membatasi pembayaran uang diyat yang berasal dari belanja negara
(APBN) serta bersifat selektif dalam memberikan bantuan untuk terpidana mati di
kawasan Saudi
Hal ini disampaikan Menteri
Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi dalam rapat dengar pendapat (RDP)
dengan Komisi I DPR.
Dok. Kemlu RI |
Menlu Retno mengatakan
pihaknya akan mematok kepada fatwa ulama di Saudi terkait jumlah diyat yang
akan diberikan yaitu sebesar 200,000 real atau sekitar Rp600 juta untuk
perempuan dan 400,000 real (Rp1,2 miliar) untuk pria
“Sementara kita memakai
(patokan) diyat dasar,” ucap Menlu Retno.
Menurut Menlu Retno,
pihaknya sudah melakukan pembahasan soal uang diyat ini bahwa tidak ada satu
pun negara di dunia yang membayarkan ini dari anggaran negaranya melainkan
negara hanya memfasilitasi pengumpulan dana.
“Ada dua hal, pertama
pembelaan yang dilakukan secara optimal sebisa mungkin selama masih ada celah
kita lakukan. Terkait diyat ada keterbatasan yang diberikan oleh negara,”ucapnya.
Soal pembatasan bantuan
diyat ini harus dilakukan pihak pemerintah karena pertimbangan rasa keadilan
masyarakat dimana anggaran besar untuk uang diyat bisa dipakai untuk
kepentingan lain lebih bermanfaat bagi rakyat kebanyakan
“Rasa keadilan seluruh
rakyat Indonesia juga harus dipertimbangkan dan kami sepakat bahwa setiap orang
bertanggung jawab atas tindakan yang harus dilakukannya,”ucapnya
Menurut Menlu ada satu titik
dimana pemerintah sudah tidak bisa berbuat apa-apa atas vonis hukuman mati di
Saudi dengan melihat mekanisme hukum yang berlaku di sana yang memberlakukan
sistem pemaafan, sehingga jika pihak keluarga korban tidak memberi maaf maka
hukuman mati sulit dihentikan bahkan raja pun tidak bisa mengintervensi itu.
“Jika keluarga korban sudah
tidak dapat memberikan pemaafan maka pintu pemaafan tertutup dan negara atau
raja sekalipun tidak bisa mengintervensi kasus itu,”ucapnya
Soal kasus hukuman mati WNI
di luar negeri, Menlu Retno mengatakan pihaknya akan melakukan pembelaan secara
all out dari sisi pendampingan hukum dan diplomasi.
Salah satu contoh all
out-nya pemerintah dalam kasus ini saat berhasil membebaskan lima terpidana
mati asal Banjarmasi dari hukuman mati, bahkan kelimanya dibebaskan sama sekali
dari pembayaran uang diyat.
Kasus pembunuhan sadis yang
dilakukan warga Banjarmasin ini dikenal dengan kasus “Lima Banjar, Menlu
mengatakan pembebasan kelima WNI ini tidak lepas dari kerja keras para diplomat
negeri ini di Mekkah yang turun tangan langsung untuk mendekati keluarga korban
bahkan sampai merawat sang ibu korban di rumah sakit.
“Sampai sejauh itu upaya
kita untuk memintakan maaf kepada keluarga korban dan Alhamdulilah ibu korban
telah menyampaikan kepada pengadilan pemberian maaf tanpa diyat 1 real pun,”ucapnya.
Sebagai informasi, uang
diyat adalah sistem yang berlaku dalam vonis hukuman mati di Saudi sebagai
syarat pemaafan dari pihak ahli waris korban berhak meminta ganti rugi berupa
diyat kepada terpidana mati.
Sepanjang sejarah negara
ini, Indonesia pernah melakukan pembayaran diyat sebesar Rp21 miliar untuk
terpidana mati Satinah yang membunuh majikannya di Saudi.
Kontak Blog >
ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz