DENPASAR, - Potensi seni dan
budaya etnik Indonesia merupakan salah satu modal penting dalam pelaksanaan
diplomasi publik Indonesia, khususnya yang diselenggarakan oleh Kementerian
Luar Negeri.
Potensi tersebut diwujudkan
dalam berbagai program dan kegiatan, baik diselenggarakan di dalam maupun di
luar negeri.
Hal itu dikatakan Direktur
Diplomasi Publik, Al Busyra Basnur ketika menyampaikan paparan dalam acara
sarasehan terbuka di Universitas Udayana (UNUD) Bali tanggal 6 Pebruari 2015.
Sarasehan bertajuk “Sumbangan Budaya Etnik pada Kesejahteraan Masyarakat
Dunia”.
Dok. Kemlu RI |
Sebagaimana informasi yang
diterima dari Fasilitas Media Kemlu RI melalui email mengatakan peran Indonesia
dalam mempromosikan budaya etnik, antara lain melalui World Culture Forum (WCF),
interfaith dan inter-media dialogue, Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI),
Outstanding Students for the World, Presidential Friends of Indonesia (PFoI)
dan Forum Global ke-6 United Nations Alliance of Civilizations (UNAOC) tahun
2014.
Selain itu, Direktur
Diplomasi Publik juga menjelaskan keberadaan dan peranan diaspora Indonesia
yang pengaruhnya cukup besar dalam pembangunan ekonomi dan promosi budaya etnik
Indonesia di luar negeri.
Acara dihadiri oleh sekitar
100 orang mahasiswa dan sejumlah pimpinan Fakultas Sastra dan Budaya UNUD,
antara lain Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Ketua Program
Pascasarjana UNUD; dan Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, SU, Ketua Program Studi S3
UNUD.
Selain Direktur Diplomasi
Publik Kemlu, pembicara lain pada acara sarasehan itu adalah Prof. Kusumita P.
Pedersen, Trustee Council for a Parliament of the World’s Religion; Prof. Wayan
Windia, Kepala Pusat Penelitian Subak UNUD; serta Dr. Diane Butler, Lektor
Prodi Doktor Kajian Budaya UNUD/Presiden International Foundation for Dharma
Nature Time sebagai moderator. Sarasehan dibuka oleh Prof. Dr. I Wayan Cika,
MS, Dekan Fakultas Sastra dan Budaya UNUD.
Dalam paparanannya, Prof.
Kusumita P. Pedersen menerangkan pentingnya melihat dunia dari sudut pandang
masyarakat etnik agar adat isti adat masing-masing etnis dapat terus dipelihara
dan agar kesejahteraan dunia dapat terwujud.
Sementara itu, Prof. Wayan
Windia menjelaskan mengenai keunikan Subak, sebuah bentuk manajemen pengairan
sawah yang merupakan buah pemikiran masyarakat etnik di Bali. Subak telah
mendapatkan pengakuan UNESCO pada tahun 2012.
Beberapa pokok pikiran yang
mengemuka dalam diskusi dan tanya jawab antara lain bahwa diplomasi publik
bukan hanya domain Pemerintah. Kegiatan promosi budaya Indonesia khususnya budaya
etnik merupakan tugas bersama, pemerintah dan non pemerintah.
Sarasehan terbuka semacam
ini dinilai sangat bermanfaat untuk menambah wawasan khususnya bagi generasi
muda dari kalangan pemuda dan mahasiswa.
Acara ini juga mampu
menjelaskan mengenai peran Kementerian Luar Negeri dalam kaitannya dengan
promosi budaya etnik yang dinilai penting dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dunia.
Kontak Blog >
ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz