Masih dari Jogjakarta,
setelah mengunjungi museum kereta keraton, w masih penasaran dengan isi dalaman
keraton akhirnya memutuskan tetap ke keraton setelah bertanya dengan para
penjaga museum kereta.
Akhirnya kami harus
mengantre dengan para rombongan yang ternyata ada juga bule-bule sambil membawa
anaknya menikmati keraton, setelah membayar IDR 5,000 untuk tiket masuk dan IDR
1,000 untuk ijin memhoto masuk juga ke pelataran keraton,
Sambil mengekor dengan para
rombongan akhirnya w mendengarkan dari para pemandu tentang sejarah keraton,
satu hal yang w bangga dari para pemandu ini adalah mereka bisa menguasai semua
bahasa bahkan ketika itu w mendengarkan para pemandu ini menjelaskan dengan
bahasa Belanda, Jepang dan Korea, salute dach buat para pemandu ini.
(yang di depan itu adalah ruangan pribadi Sultan untuk menerima tamu)
(Selot Pintu Gerbang Belakang Istana... Gede beenneerr yaakk)
Kembali ke topic, semua sisi keraton dijelaskan oleh pemandu
mulai dari bangunan tempat tinggal Sultan dan keluarga, bangunan tempat dimana
Sultan menerima tamu mulai dari keperluan pribadi hingga tamu kenegaraan
Termasuk diantaranya tempat
dimana Sultan menikmati alunan music dan tarian tradisional khas jawa dalam
tanggalan tertentu dan itu tanpa ada sound system seperti saat ini
Bagi w apa yang w lihat ini
adalah aset paling dan sangat berharga yang dimiliki oleh bangsa ini dan sudah
seharusnya kita jaga jangan sampai juga negara lain yang menikmati dan
memelihara sementara kita hanya sebagai bangsa pemalas dan budak
Benar ga ?!
( Pintu depan Taman Sari yang sekarang menjadi pintu Belakang )
Setelah mengunjungi isi dari
seluruh keraton, maka timbul rasa penasaran w tentang yang namanya Taman Sari
yang konon menjadi salah satu tempat fenomnenal saat kawasan itu menjadi
kerajaan, adakah yang tau apa itu Taman Sari ?!
Yap, Taman Sari adalah tempat
dimana ke-30 selir Sultan biasa mandi dan tentunya Sultan banyak mitos dan
cerita-cerita yang berkembang dimana kabarnya ketika Sultan datang ke sana maka
ke-30 selir itu siap jiwa dan raganya untuk Sultan dan ketika Sultan
melemparkan bunga ke kerumunan 30 selir itu dan jatuh kepada satu dari 30 itu
maka selir itu BERHAK mandi dengan Sultan secara private dan tentunya melayani
Sultan dalam hal ini kebutuhan biologis, itu kata para pemandu yang cerita ke w
yaaa bukan w yang mengarang hehehee..
( Pintu Belakang Taman Sari yang sekarang menjadi Pintu Masuk )
Sebelum memasuki Taman Sari,
seperti biasa w diharuskan membeli dua tiket, satu tiket IDR 3,000 untuk masuk
ke dalam dan IDR 1,000 untuk memhoto apa yang ada didalam. Setelah membayar
tiba-tiba w disamperin ama salah pemandu disana untuk menjelaskan tentang Taman
Sari padahal w sama sekali paling malas ketika lagi menikmati tiba-tiba ada
yang datang macam SPG alay (tau donk maksudnya yang selalu ngemenk gini, Siang
kaka, Silakan Kaka… bener ga ?!)
Akhirnya dengan terpaksa w
didampingi oleh sang pemandu yang ternyata masih bagian dari lingkaran keraton
atau abdi dalem.
(Sebelah kiri adalah kolam dan tempat menaruh baju dan peralatan lain untuk anak-anak Sultan)
( Di kolam inilah ke-30 Selir Sultan mandi bersama dan menunggu bunga yang akan dilemparkan ke kolam, jika ada yang menangkap maka dia berhak untuk mandi dengan Sultan di kolam khusus)
Tempat yang pertama di
jelasi adalah kolam yang menjadi tempat ke-30 selir keraton menghabiskan
waktunya untuk badannya serta persiapan ketika Sultan ingin merasakan tubuh
mereka dengan cara mandi bersama. Kolam itu sendiri ketika w lihat sangat besar
sekali dan memang mampu untuk menampung para selir itu.
Setelah diberi tahu tempat
ke-30 selir Sultan, sang pemandu mengajak w ke tempat dimana Sultan
menghabiskan waktu dengan selir pilihan dirinya dengan cara diundi melalui
lemparan bunga siapa yang mendapatkan maka mereka yang berhak mandi atau
dimandikan Sultan serta tidur bersama selama Sultan mau dan itu kolamnya sangat
besar sekali,,,
( Dikolam inilah Sultan dan Selir yang menerima dari lemparan bunga akan mandi bersama )
Kirain w jenis SPA itu baru
aja mungkin ketika jaman 80-an hingga modern saat ini, ternyata Sultan Jogja
pun pernah merasakan spa bahkan lebih alami spanya hanya dengan bermodalkan
dipan atau kayu besar beberapa buah yang dibawah dilubangi beberapa buah untuk
memasukan arang untuk memanaskan tempat itu, silakan lihat gambar di bawah ini…
( Spa ala Keraton Jogjakarta )
( Tempat menaruh baju dan peralatan lainnya )
Setelah mengunjungi kolam
Taman Sari dengan menjelaskan perihal pintu masuk dan keluar yang berubah, w di
tawari oleh pemandu apakah mau
berkeliling Taman Sari termasuk diantaranya adanya Masjid dibawah laut.
Ketika diberitahu ada Masjid
di bawah laut, w langsung kaget dan penasaran bagaimana bisa ada Masjid yang
berada di bawah laut.
Akhirnya w memutuskan untuk
melihat apa yang ditawarkan oleh sang pemandu dengan keluar dari pelataran
Taman Sari, w langsung menuju ke sebuah desa yang ternyata di sebut sebagai
desa Internet karena disana banyak sekali akses internet, cukup lama kami
berjalan sambil mendengarkan cerita asal muasal taman sari ini dimana
sekeliling taman sari ini adalah danau buatan yang hampir kurang lebih luasnya
sekitar 4,000 m2 dan ketika Sultan akan ke tempat ini pun dari Keraton
menggunakan kereta kuda yang disambung dengan perahu.
Sebelum ke tempat Masjid
dibawah laut ini, w diajak untuk melihat dapur yang digunakan para prajurit,
abdil dalem dan tentunya Sultan untuk menikmati sajian makan entah pagi, siang
atau malam. Di dekat dapur itu pun w dikasih lihat tempat di mana Sultan biasa
bersemedi dan berbicara dengan sang penguasa laut selatan Jawa (tau donk siapa
sosok itu) namun tempat itu sudah tidak digunakan lagi walaupun sang Sultan
masih terus bersemedi dan berbicara dengan sang penguasa Laut Selatan Jawa
walau tidak sering seperti yang dilakukan oleh leluhur sang Sultan.
( Disinilah Sultan dan beberapa kerabatnya melakukan semedi dengan cara berendam setengah dada bahkan untuk berbicara dengan sang penguasa laut selatan Jawa, tempat ini sekarang sudah tidak lagi digunakan )
Akhirnya w dan pemandu
sampai juga di Masjid bawah laut yang dimaksud dan asli keren abies
arsitekturnya dimana ada lima titik yang menandakan waktu dalam Islam, dan yang
unik dari bangunan ini adalah tempat untuk mengumandangkan waktu sholat itu
tidak menggunakan sound system jadi secara alamiah suara dari orang itu akan
menggema dengan sendirinya, heeebbaatttt…
(Tempat untuk mengumandangkan suara Adzan)
Namun sayang ketika melihat
ruangan masjid ini w harus miris melihat ketika ada beberapa BULE yang tanpa
mengerti dengan enaknya beristirahat dan sambil membaca Koran di sebuah tempat,
w tau sich perjalanan menuju ke sana itu lumayan berat karena harus naik dan
turun puluhan tangga tapi apa ga bisa sopan sedikit kalau memang kelelahan, bener
ga ?!
(Kelakuan...kelakuan...)
Dari tangga yang menunjukkan
waktu Sholat itu w iseng memotret keindahan langit Jogjakarta seperti gambar di
bawah ini.
Setelah w melihat dan
menelusuri ini w hanya mengagumi akan keindahan ini semua yang dibangun tanpa
adanya seperti sekarang, ide atau konsultasi kepada arsitek atau ahli desain
interior seharusnya kita bangga akan budaya ini dan melestarikannya bagaimana
pun nantinya ini akan dipertanyakan oleh anak-cucu ketika suatu waktu akan
menanyakan kepada kita semua….