Tampilkan postingan dengan label Saudi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Saudi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 April 2015

Insiden KBRI Sana’a, Menlu Panggil Dubes Saudi

JAKARTA, - Sepertinya ketika berbicara tentang negara Saudi maka tidak akan pernah habis, setelah minggu lalu negeri ini harus kecewa dengan tindakan negara yang dipimpin Raja Salman ini mengeksekusi TKI tanpa ada pemberitahuan, kali ini berubah kembali bahkan KBRI Sana’a harus merasakan kekuatan dari rudal yang dilancarkan negeri tersebut.

Untuk ketiga kalinya Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri memanggi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Saudi untuk Indonesia Mustafa Ibrahim Al Mubarak terkait serangan bom yang dilakukan negara itu mengakibatkan Kedutaan Besar RI di Kota Sana’a, Yaman rusak berat.

Kepastian pemanggilan ini disampaikan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di sela-sela Peringatan 60Tahun Konferensi Asia Afrika, di Jakarta Convention Center, Senayan-Jakarta.

“Saya meminta penjelasan apa yang terjadi pada KBRI Sana’a kepada pemerintah Arab Saudi,”ucapnya.

Sebagaimana dilansir dari laman resmi KAA, mantan Dubes RI untuk Kerajaan Belanda, serangan yang diduga dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi itu seharusnya tidak mengenai KBRI di Sanaa, karena dirinya telah mengirimkan misi diplomatik untuk memberitahukan tentang letak.

Kejadian Senin (20/4) pagi waktu setempat itu, menyebabkan sebagian besar sarana dan prasarana yang terdapat di KBRI rusak dan tidak dapat dipakai kembali.

"Kami telah mengirimkan misi diplomatik yang memberitakan letak longitude dan latitude KBRI," tutur Retno.

Pertemuan bilateral disambut baik oleh Dubes Arab Saudi. Dia berjanji akan menyampaikan hal tersebut pada pemerintahnya, guna menghindari potensi memburuknya hubungan kedua negara.

"Hubungan antara kedua negara sudah baik," imbuhnya.

Dampak serangan berimbas pada warga negara Indonesia (WNI) di Yaman. Pemerintah telah mengevakuasi 37 orang melalui jalur darat. Kementerian Luar Negeri RI akan melakukan hal yang terbaik dalam melindungi setiap WNI yang terkena dampak serangan.
"Mereka saat ini sudah dalam proses evakuasi dari Sanaa ke Udaibah," ucapnya



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Jumat, 17 April 2015

Senayan Desak Pemerintah Ajukan Protes ke Saudi

JAKARTA, - Terkait dengan telah dieksekusinya dua warga negara Indonesia oleh pemerintah Kerajaan Saudi tanpa ada pemberitahuan mengundang reaksi dari tanah air bahkan meminta pemerintah untuk mengajukan protes kepada negara pimpinan Raja Salman tersebut.

Salah satunya adalah Ketua DPR RI Setya Novanto yang mengatakan bahwa eksekusi mati warga negara Indonesia tersebut sangat mengecewakan.

“Kami ingin pemerintah betul-betul proaktif misalnya menteri bisa menghubungi pihak kedutaan di sana apapun yang berkaitan dengan Arab Saudi sangat mengecewakan,”ucapnya.

Sebagai informasi, dua warga negara Indonesia yang dieksekusi mati oleh pemerintah Saudi atas nama Siti Zaenab dan Karni karena tindakan pembunuhan.

Sesuai kebijakan hukum di Saudi untuk kasus pembunuhan vonisnya adalah mati namun masih bisa lolos dari eksekusi dengan catatan pelaku meminta maaf kepada keluarga korban dan keluarga korban memberikan pengampunan.

Selama tidak ada pengampunan dari keluarga korban maka pelaksanaan eksekusi tetap berlangsung. Siti dan karni adalah dua dari sekitar 38 WNI yang bernasib serupa sedang menunggu waktu pelaksanaan di Saudi.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Kamis, 16 April 2015

Insiden Eksekusi, Pemerintah Indonesia Panggil Dubes Saudi

JAKARTA, - Tidak terima dua warga Indonesia dieksekusi dalam waktu bersamaan tanpa ada pemberitahuan membuat pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri kembali memanggil Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Saudi untuk Indonesia, Mustafa Ibrahim Al Mubarak untuk mendengarkan protes dari pemerintah.

Informasi yang beredar di Kemlu, malam ini Dubes Saudi sudah berada di komplek Kemlu kawasan Pejambon untuk memberikan nota protes atas kekecewaan Indonesia terhadap pelaksanaan hukuman mati tanpa adanya notifikasi resmi sebagaimana lazimnya beretika dalam dunia diplomatic internasional.

Sebagai lazimnya dalam dunia diplomatic ketika akan mengeksusi warga asing, negara pelaksana harus mengirimkan notifikasi resmi kepada negara asal terpidana minimal tiga hari sebelum eksekusi berlangsung.

Dalam protes ini,  Indonesia tetap menghormati pelaksanaan hukum yang berlaku di Saudi namun juga negara yang dipimpin Raja Salman ini juga harus menghormati etika diplomasi internasional yang berlaku.

Hingga tulisan ini termuat, belum diketahui pokok pembahasan dalam pertemuan antara Menteri Luar Negeri dengan Dubes Saudi.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/catatanLorcasz

Saudi Kerap Lakukan Eksekusi Mati Warga Asing Tanpa Notifikasi

JAKARTA, - Indonesia untuk kedua kalinya melayangkan nota protes kepada Pemerintah Kerajaan Saudi setelah melakukan kembali eksekusi mati warga negeri ini yang bernama Karni binti Merdi Tarsim setelah sebelumnya Siti Zaenab harus serahkan nyawanya kepada tim eksekutor.

Yang membuat Indonesia protes atas eksekusi ini kepada Saudi karena tidak adanya pemberitahuan pelaksanaan eksekusi dan baru diberitahu setelah eksekusi dilakukan.

Informasi yang beredar bahwa tindakan Saudi melakukan eksekusi tanpa pemberitahuan sudah sering terjadi bahkan pada awal tahun 2015 ini negeri yang dipimpin Raja Salman ini sudah melakukannya kepada 61 terpidana dimana 25 diantaranya adalah warga negara asing dan 36 warga lokal.

Ke-61 terpidana tersebut dieksekusi tanpa ada pemberitahuan sebelumnya sama seperti yang dilakukan kepada dua warga Indonesia baru-baru ini.

Kenapa Saudi melakukan eksekusi tanpa ada pemberitahuan kepada keluarga terpidana atau perwakilan negara yang warganya akan dilakukan pelaksanaan tersebut ini terkait dengan perangkat hukum yang mereka buat bahwa tidak mengharuskan mereka menyampaikan informasi tersebut kepada warga negara asing.

Apa yang dilakukan Saudi sangat berbeda dengan kebijakan dan etika diplomatic yang dipatuhi semua negara internasional diantaranya ada Saudi dimana harus menyampaikan notifikasi kepada negara asal warga asing yang akan dieksekusi mati minimal tiga hari sebelum pelaksanaan sudah diterima negara atau keluarga.

Sebagai informasi, eksekusi mati di Saudi bisa saja dibatalkan bahkan bisa bebas bila mendapatkan pengampunan dari keluarga korban.

Namun bila tidak mendapatkan pengampunan dari keluarga korban maka eksekusi tersebut tetap dilakukan, hal inilah yang terjadi pada Siti Zaenab dan Karni.

Siti Zaenab dan Karni adalah dua dari 38 WNI yang terancam mati di Saudi. Setidaknya lebih dari ratusan warga negara Indonesia lain harus menanti kepastian pelaksanaan eksekusi di sejumlah negara.

Kemlu sendiri tengah berusaha untuk membebaskan mereka dari jeratan hukuman mati, setidaknya dari Juli 2011 hingga 31 Maret 2015 Indonesia berhasi meloloskan 238 WNI dari hukuman mati.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Jokowi Harus Pimpin Langsung Diplomasi Pembebasan Buruh Migran Indonesia

JAKARTA, - Pelaksanaan eksekusi mati dengan cara pancung yang dilakukan otoritas Saudi Arabia terhadap PRT migran Indonesia asal Bangkalan Jawa Timur, Siti Zaenab pada tanggal 14 April 2015 telah memenggal rasa kemanusiaan dan keadilan

Dengan melihat situasi seperti ini, menurut Komunitas Masyarakat Sipil Indonesia dalam sebuah pernyataannya mengatakan bahwa hukuman mati adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia dimana negara secara langsung memberikan keabsahan atas penghilangan nyawa.

Masyarakat Sipil Indonesia yang terdiri dari Migrant CARE, KontraS, Institut KAPAL Perempuan, Imparsial,  KWI,  Koalisi Perempuan,  Jaringan Gusdurian dan Change.org memang Pemerintah Indonesia memang melakukan protes pelaksanaan eksekusi ini dari sudut pandang etika diplomasi antar bangsa karena tidak adanya notifikasi tentang tindakan yang dilakukan Saudi dalam penghilangan nyawa WNI ini.

Oleh karena itu sudah sewajarnya, pemerintah Indonesia melancarkan protes keras atas langkah arogan pemerintah Saudi Arabia dan sangat perlu mengambil langkah-langkah diplomatik yang tegas dengan memulangkan duta besar Saudi Arabia untuk Indonesia.

Masalah hukuman mati yang dihadapi ratusan buruh migran Indonesia di luar negeri memang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Jokowi yang menempatkan masalah perlindungan warga negara sebagai salah satu prioritas yang ada dalam visi-misi pemerintahan sekarang, NAWACITA. 

Terakumulasinya ratusan buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati dan ribuan kasus kekerasan yang dialami buruh migran Indonesia menjadi potensi bom waktu akibat kegagalan diplomasi perlindungan buruh migran pada masa pemerintahan sebelumnya.

Namun, langkah cerdas tersebut adalah menghapus rintangan-rintangan politik yang menghalangi legitimasi politik dan moral diplomasi Indonesia dalam pembebasan buruh migran Indonesia yang menghadapi ancaman hukuman mati dan kasus-kasus kekerasan lainnya.

Rintangan tersebut adalah masih berlakunya pidana mati dalam hukum positif Indonesia dan masih adanya keengganan di pemerintah dan parlemen Indonesia akan adanya UU Perlindungan PRT Dalam Negeri.

Akan tetap sulit bagi Indonesia untuk memperjuangkan pemebebasan buruh migran Indonesia dari hukuman mati, jika di Indonesia sendiri juga masih menerapkan pidana mati.

Oleh karena itu menurut komunitas masyarakat sipil ini harus ada keberanian dari pemerintah Indonesia untuk mengakhiri pidana mati dalam hukum positif Indonesia.

Demikian juga dalam soal perlindungan PRT migran Indonesia, tanpa adanya UU Perlindungan PRT di dalam negeri, Indonesia juga tak punya legitimasi yang kuat untuk menuntut adanya perlindungan PRT migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Langkah-langkah konkrit lain yang harus segera dilakukan adalah menguatkan diplomasi perlindungan buruh migran Indonesia dengan prioritas pembebasan ratusan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara.

Langkah ini mensyaratkan adanya diplomasi tingkat tinggi (high level diplomacy) yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi terutama untuk langkah-langkah darurat terhadap puluhan buruh migran Indonesia yang sudah divonis tetap dan menunggu waktu eksekusi.

Menurut Masyarakat Sipil Indonesia dengan langkah ini mutlak dilakukan agar eksekusi terhadap Ruyati dan Siti Zaenab tidak terulang lagi.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Rabu, 15 April 2015

Dubes Saudi Jelaskan Masalah Yang Diprotes Indonesia

JAKARTA, - Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Saudi untuk Indonesia Mustafa Ibrahim Al-Mubarak akhirnya angkat bicara soal beredarnya kemarahan atas apa yang dilakukan negaranya terhadap warga Indonesia.

Informasi yang beredar dari Istana ketika sang Dubes bersama koleganya sesama anggota OKI melakukan pertemuan dengan Presiden RI, Joko Widodo.

Dubes Al-Mubarak mengatakan bahwa nota protes yang dikirimkan kepada pemerintahnya adalah soal waktu pelaksanaan bukan eksekusi tersebut.

“Kedutaan Besar Indonesia di Riyadh sudah sadar akan keputusan pengadilan namun masalahnya bukan terletak pada pengadilan dan pelaksanaan eksekusi, masalahnya ada pada pemberitahuan tanggal pelaksanaan eksekusi. Saya harus mengecek apa yang salah dalam hal ini,”ucap Dubes Al-Mubarak.

Dubes Al Mubarak juga sudah membicarakan ini dengan Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi dan mengatakan akan memberitahu dan mencari tahu bagaimana pelaksanaan eksekusi terjadi.

“Saya bersama menteri luar negeri pagi ini, kami membicarakan soal masalah ini. Saya bilang saya akan memberi tahu pemerintah dan mencari tahu bagaimana pelaksanaan eksekusi berlangsung,”ucapnya.

Dubes Saudi juga mengatakan bahwa jika ada masalah seperti ini terjadi ketika pengadilan menjatuhkan keputusan hukuman pada seorang warga negara asing maka pihaknya akan secara langsung memberi tahu kepada kedutaan besar dari negara terkait.

Sebagai informasi, soal hukuman mati, sejak awal tahun 2015 hingga saat terakhir Siti Zaenab, Saudi telah menghukum mati 59 orang dimana 35 diantaranya adalah warganya sendiri serta 15 warga asing.

Hukuman mati diberikan otoritas Saudi kepada para pelaku tindak pidana pembunuhan, narkoba, pemerkosaan dan perzinahan.



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Insiden Siti Zaenab, Jenazah Dimakamkan Dekat Masji Nabawi

MADINAH, - Pasca insiden eksekusi mati Siti Zaenab tenaga kerja Indonesia tanpa adanya pemberitahuan menyisahkan sebuah informasi tentang lokasi pemakaman korban

Informasi yang beredar di lokasi kediaman korban di Bangkalan, Jawa Timur sebagaimana dilansir media setempat mengatakan jenazah Siti disholatkan di Masjid Nabawi tempat Nabi Muhammad SAW dikebumikan.

Jenazah sendiri dikuburkan pada makam Jannat Al Bagi yang lokasinya berada di sebelah masjid yang berlokasi kawasan Madinah.

Seperti diberitakan sebelumnya, Siti dieksekusi mati setelah Pengadilan Madinah memberikan vonis mati pada tahun 2011 dan dieksekusi 2015.

Pemerintah Indonesia memprotes Saudi karena tidak diberitahu soal waktu pelaksanaan eksekusi kepada perwakilan negara serta keluarga dan baru diberitahu ketika dieksekusi sudah dilakukan.





Kontak Blog > ervanca@gmail.com
Twitter.com/catatanLorcasz


Insiden Siti Zaenab, Menlu Utus Diretur Perlindungan WNI ke Kediaman Korban

JAKARTA, - Terkait dengan insiden eksekusi mati Siti Zaenab tanpa ada pemberitahuan kepada Indonesia dan keluarga terpidana membuat Kementerian Luar Negeri mengutus petinggi ke kediaman korban.

Sebagaimana informasi yang beredar di sekitar kediaman, Kemlu mengutus Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Muhammad Iqbal ke kediaman Siti Zaenab.

Direktur Iqbal kabarnya juga mewakili pemerintah memfasilitasi keluarga korban menemui Siti Zaenab di penjara Saudi satu tahun sebelum pelaksanaan eksekusi atau pada 16 Maret 2015 lalu.

Seperti diketahui, Siti Zaenab harus menjalani eksekusi mati pada Selasa (14/4) pukul 10.00 waktu Madinah karena anak dari majikan yang dibunuh Zaenab menolak memberikan pengampunan.



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Insiden Siti Zaenab, Senayan Apresiasi Kerja Keras KBRI dan KJRI di Saudi

JAKARTA, - Komisi I DPR RI mengapresiasikan upaya dan kerja keras seluruh staf diplomat di Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal RI di negara Saudi dalam mengadvokasi kasus pembunuhan atas nama Siti Zaenab yang akhirnya harus meregang nyawa melaksanakan eksekusi tersebut.

Hal ini disampaikan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq dalam pernyataan tertulisnya kepada media di Jakarta.

“Terkait eksekusi mati WNI Siti Zainab atas vonis tindak pidana pembunuhan. Komisi I menyatakan sikap keprihatinan mendalam,”ucapnya.

Menurut politisi asal PKS ini ditolaknya permaafan karena pihak keluarga korban hingga titik akhir tidak juga memberikan permaafan akibat sadinya kasus yang dilakukan Zainab.

Ketua Siddiq juga mengatakan pihaknya dalam kunjungan ke KBRI dan KJR Saudi sudah mendapatkan penjelasan soal kasus ini berikut perkembangan advokasi hukumnya.

“Kasus ini memang berat dan pihak keluarga korban sudah bertekad tidak memaafkan karena sadisya pembunuhan tersebut,”ucapnya.

Ketua Siddiq juga mengatakan bahwa kasus hukum yang melanda WNI di luar negeri tidak hanya urusan Kementerian Luar Negeri namun faktor hulu dalam hal ini pengiriman TKI ke negara penampung juga harus dilibatkan tanggung jawabanya.

“Karena kasus hukum WNI di luar negeri bukan hanya urusan Kemlu. Faktor hulu yang mengirim TKI ke luar negeri juga harus dilibatkan tanggungjawabnya,”ucapnya.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Dalam Eksekusi Mati, Kejaksaan Agung Harus Contoh Sikap Saudi

JAKARTA, - Apa yang dilakukan Saudi dalam melakukan eksekusi mati terhadap warga negara Indonesia, Siti Zaenab menjadi pelajaran dan contoh bagi Kejaksaan Agung RI.

Hal ini disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulisnya.

“Pelaksanaan hukuman mati atas Siti Zaenab seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi Kejaksaan Agung yang saat ini dalam proses melakukan pelaksanaan hukuman mati, “ucapnya dalam keterangan tertulis.

Menurut Hikmahanto, contoh yang harus dilakukan Kejaksaan Agung terhadap aksi Saudi dalam hal ketegasan pelaksanaan hukuman namun harus menghindari kesalahan konsuler.jangan mengulangi apa yang dilakukan Saudi terhadap Siti Zaenab

“Kemarahan publik atas pelaksanaan hukuman mati akan ditujukan kepada pemerintahan Jokowi khususnya Jaksa Agung,”ucapnya

Menurut Hikmahanto, Indonesia sudah tidak dapat berbuat banyak atas pelaksanaan eksekusi karena itu menjadi kedaulatan Saudi.

Namun kesalahan konsuler itulah yang dilakukan Saudi membuat Indonesia protes karena secara internasional ada kewajiban untuk memberitahukan terlebih dahulu.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Indonesia Sesalkan Tindakan Saudi dalam Hukuman Mati

JAKARTA, - Pemerintah Indonesia menyesalkan tindakan eksekusi hukuman mati kepada warga Indonesia Siti Zaenab kepada Pemerintah Kerajaan Saudi tanpa mengikuti prosedur sebagaimana yang berlaku termasuk dalam konvensi Vienna.

Seharusnya prosedur dalam melaksanakan hukuman mati tersebut, Pemerintah Saudi harus menyampaikan notifikasi kepada perwakilan Indonesia yang ada dinegaranya mulai dari Kedutaan atau Konsulat Jenderal serta kepada keluarga korban soal pelaksanaan hukuman tersebut.

Atas tindakan yang melecehkan Konvensi Vienna dan HAM, rencananya Kementerian Luar Negeri Ri akan meyampaikan nota protes kepada Pemerintah Saudi dengan memanggil Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Mustafa Ibrahim Al-Mubarak pada Rabu (15/4)

Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari Kedutaan Saudi di Jakarta terkait dengan peristiwa ini kepada media atau keluarga korban



Kontak Blog > ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz


Insiden Siti Zaenab, Kemlu Panggil Dubes Saudi

JAKARTA, - Tidak butuh waktu lama bagi Pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti tindakan Pemerintah Kerajaan Saudi yang mengeksekusi mati warga Indonesia tanpa memberikan notifikasi baik kepada perwakilan negara korban maupun keluarga korban dan baru memberitahu ketika eksekusi sudah dilaksanakan.

Informasi yang beredar  bahwa Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri akan memanggil Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Saudi untuk Indonesia, Mustafa Ibrahim Al-Mubarak pada Rabu (15/4) ini

Baru dilakukan pemanggilan Dubes Saudi di Jakarta lantaran informasi soal eksekusi ini baru diterima Kemlu tengah malam

Seperti bagaimana diinformasi sebelumnya, Zaenab adalah terpidana kasus pembunuhan terhadap isteri majikannya Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada 1999 lalu dan dipenjara sejak 5 Oktober 1999.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Selasa, 14 April 2015

Insiden Siti Zaenab, Presiden Sampaikan Duka Cita

JAKARTA, - Presiden telah mendapatkan informasi dan laporan tentang pelaksanaan eksekusi mati atas diri warganya yang bernama Siti Zaenab Bt Duhri Rupa di Madinah, Saudi pada Selasa (14/4) pukul 10.00 waktu setempat.

Setelah mendengarkan laporan tersebut. Presiden menyampaikan duka yang mendalam. Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi di Istana Negara, Jakarta

“Saya sudah melaporkan kepada presiden mengenai kejadiannya. Jadi pda hari ini kita mendapatkan informasi setelah eksekusi itu dilakukan. Beliau berduka atas kabar ini,”ucapnya.

Mantan Dubes RI untuk Belanda ini mengatakan bahwa Presiden Jokowi menyampaikan dukacita atas meninggalnya almarhumah serta mendoakan semoga Siti Zaenab mendapatkan tempat yang baik di sisi-Nya.

Dalam kesempatan itu menurut Menlu Retno menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen untuk terus memberikan perlindungan kepada warganya yang berada di luar negeri.




Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/catatanLorcasz

Kronologi Kasus Siti Zaenab

JAKARTA, - Kasus eksekusi mati Siti Zaenab, warga negara Indonesia di Saudi meninggalkan protes dan kecaman dari tanah air kepada pemerintahan Saudi.

Dimana dalam pelaksanaan eksekusi mati, pemerintah Saudi melecehkan Konvensi Vienna dimana dalam pelaksanaan eksekusi tersebut tidak adanya perwakilan Indonesia mulai dari tingkat kedutaan hingga konsulat jenderal yang diberitahu rincian eksekusi.

Bahkan baru diberitahu kepada perwakilan Indonesia ketika eksekusi tersebut sudah berhasil dijalankan oleh pemerintah Saudi.

Berikut Kronologi kasus Siti Zaenab yang dirilis oleh Migran CARE melalui email

DATA BURUH MIGRAN

Nama

Siti Zaenab

Alamat

Jl. Kemuning RT 02 RW 01 Desa Martajazah
Kab. Bangkalan Propionsi Jawa Timur

Usia

12 Maret 1968

Tanggal Berangkat

7 Maret 1998      
                                     
Negara Tujuan

 Arab Saudi

Permasalahan 

Hukuman Mati

PT. Yang Memberangkatkan

PT. Panca Banyu Ajisakti, Jakarta

Majikan laki - laki

Abdullah Muhsin Al – Ahmadi

Majikan Perempuan

Nourah Bt. Abdullah Duhem Al Maruba

KRONOLOGI KEJADIAN

Siti Zaenab seorang perempuan buruh migran asal Bangkalan direkrut dan diberangkatakan untuk bekerja ke Arab Saudi tanggal 07 April 1998 oleh PT. Panca Banyu Ajisakti Jakarta  dan bekerja sebagai PRT ( Pekerja Rumah Tangga ) pada majikan bernama Abdullah Muhsin Al – Ahmadi, dengan gaji 600 Real dan setiap 5 bulan sekali berkirim uang kepada kedua anaknya yang bernama Syarifudin ( 7 tahun ) dan Mohammad Ali ( 5 tahun ).

Bahwa setelah satu tahun bekerja dan memasuki tahun kedua, Siti Zaenap sering mengalami penyiksaan dari majikan perempuan yang bernama Nouroh Bt. Abdullah Duhem Al Maruba.

Kondisi ini Siti Zaenab ceritakan kepada keluarga melalui surat yang dikirim ke keluarga di Bangkalan, dan sekaligus menjadi surat terakhir dari Siti Zaenab.

Bahwa setelah keluarga menerima surat dari Siti zaenab yang mengabarkan bahwa dirinya mengalami penyiksaan dari majikan, kemudian keluarga ( Bapak Hasan kakak kandung Siti Zaenab ( alm. ) mendatangi Depnakertrans Republik Indonesia untuk mengadukan masalah Siti Zaenab.

Oleh Depnakertrans Bapak Hasan disarankan untuk mendatangi PT. Panca Banyu Ajisakti, Jakarta. Kemudian PT. Berkirim surat ke KBRI Arab Saudi.

Bahwa kemudian keluarga menerima surat dari KBRI Arab Saudi yang pada intinya menyampaikan bahwa Siti Zaenab sedang ditahan dan terancam terancam hukuman mati.

Setelah itu Bapak Hasan berupaya meminta bantuan pemerintah dengan berkirim surat ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan, mendatangi Departemen Luar Negeri dan instansi terkait.

Pada awal tahun 2001 Bapak Hasan juga bertemu dengan Ibu Sinta Nuriyah di istana Kepresidenan yang kemudian pada tanggal 24 Oktober 2001 keluarga mengunjungi Siti Zaenab di penjara Arab Saudi.

Hingga pada tanggal 13 Februari 2007 Bapak Hasan mendatangi Migrant CARE dengan didampingi Fatayat Bangkalan untuk meminta bantuan pendampingan ke instansi – instansi terkait.

Bahwa tanggal 14 Februari 2007 keluarga dengan didampingi Migrant CARE melakukan audiensi dengan Kepala BNP2TKI Bapak Jumhur Hidayat dan hasilnya pada saat itu BNP2TKI akan memfasilitasi pembiayaan untuk keluarga ( Bapak Hasan dan Ali Ridho )untuk mengunjungi Siti Zaenab di penjara.

Bahwa tanggal 15 Februari 2007, Migrant CARE mendampingi keluarga untuk melakukan audiensi dengan  Gus Dur, Maria Ulfah dan Hasyim Muzadi.Yang mana pada saat itu Gusdur langsung memerintahkan stafsusnya untuk membuat surat ke raja Arab Saudi, dan Gusdur juga langsung menelepon Raja Arab Saudi untuk meminta penundaan eksekusi terhadap Siti Zaenab.

Setelah pertemuan dengan GUSDUR, keluarga juga diterima oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan Ibu Meutia Hafid di rumah dinasnya.

Hasilnya bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan akan berkirim surat ke presiden serta membuat rekomendasi ke Gubernur untuk menjamin pendidikan kedua anak Siti Zaenab.

Bahwa pada tanggal 16 Februari 2007 Migrant CARE juga mendampingi keluarga melakukan audiensi dengan dengan Bapak Fery Adamhar ( Direktur PWNI – BHI Deplu ), dan mendapat jawaban bahwa siti Zaenab dalam kondisi sehat dan saat ini di penjara juga bekerja sebagai koki/tukang masak, selain itu juga Bapak Adam har menyampaikan untuk mengunjungi Siti Zaenab sangat kesulitan dan hanya orang konsuler yang diperbolehkan mengunjungi Siti Zaenab di penjara.

Bahwa tanggal 27 Februari 2007, Migrant CARE menerima surat dari keluarga ( Bapak Hasan ) terkait permohonan agar dibantu bisa mendapatkan beasiswa untuk kedua anak Siti Zaenab.

Bahwa pada tanggal 01 Maret 2007 Migrant CARE mengirimkan surat kepada keluarga perihal informasi bahwa Menteri Pemberdayaan Perempuan telah berkirim surat dengan Gubernur Jawa Timur, dan hasil audiensinya akan dikirim kepada keluarga dan pendamping di Madura.

Bahwa pada tanggal 29 Mei 2007 Migrant CARE mengirimkan surat kepada Deplu terkait permohonan keluarga Siti Zaenab untuk menjenguk di penjara Arab saudi,

BNP2TKI berjanji akan memfasilitasi keluarga untuk menjenguk ke penjara dan hingga 04 Juli 2007 namun belum ada kejelasan dari BNP2TKI.

Tahun 2013 ketika Walid Bin Abdullah Bin Muhsin Al Hamadi ( anak majikan ) telah akil baligh, Migrant CARE mengingatkan kepada pemerintah ( pemerintahan SBY ) agar meningkatkan upaya diplomasi untuk membebaskan Siti Zaenab, namun tidak ada respon signifikan pada saat itu.



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Migran CARE Kutuk Keras Tindakan Eksekusi Mati Pemerintah Saudi

JAKARTA, - Tindakan yang dilakukan Pemerintah Kerajaan Saudi dengan mengeksekusi warga negara Indonesia tanpa ada pemberitahuan dan baru diberitahu ketika sudah dilaksanakan membuat sejumlah pihak geram.

Salah satunya adalah Migran CARE yang memprotes atas eksekusi terhadap TKW, Siti Zaenab

Dalam keterangannya yang diterima lembaga yang memperhatikan nasib tenaga kerja di luar Indonesia ini mengatakan bahwa pihaknya protes atas pemerintah Saudi melakukan eksekusi mati terhadap Siti yang merupakan korban penyiksaan majikan dan terpaksa membunuh karena membela diri.

“Memprotes keras pemerintah Saudi Arabia yang melakukan eksekusi mati terhadap Siti Zaenab yang sebenarnya merupakan korban penyiksaan majikan dan terpaksa membunuh majikannya karena membela diri dan Siti Zaenab telah ditahan di penjara Madinah selama 16 tahun yang sebenarnya juga merupakan bentuk penyiksaan karena menunggu hukuman ati dan bahkan lebih besat dari hukuman mati,”demikian isi sikap Migran CARE.

Selain itu, Migran CARE juga memprotes pemerintah Saudi yang melakukan eksekusi tersebut tanpa memberikan notifikasi kepada Perwakilan Pemerintah Indonesia di Saudi karena tindakan negara kerajaan tersebut melecehkan konvensi Vienna serta tata karma diplomasi yang berlaku di seluruh dunia.

“Memprotes pemerintah Saudi Arabia yang melakukan eksekusi mati tanpa memberikan notifikasi kepada perwakilan Pemerintah Indonesia di Arab Saudi. Hal ini menyalahi konvensi Viena dan tata karma diplomasi,”demikian sikap Migran CARE.

Kepada Pemerintah Indonesia Migran CARE juga menyampaikan beberapa hal antara lain untuk meminta protes kepada pemerintah Saudi Arabia serta melakukan persona non grata terhadap duta besar Saudi di Indonesia

“Mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan protes kepada pemerintah Saudi Arabia. Mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan persona non grata terhadap duta besar Saudi Arabia untuk RI,”demikian isi pernyataan Migran CARE

Selain itu, Migran CARE juga meminta Pemerintah Indoensia untuk meminta maaf kepada keluarga Siti Zaenab termasuk kepada dua anaknya dan keluarga lainnya serta menjamin masa depan kedua anaknya.

Sebagai informasi, Selasa (14/4), merupakan Selasa Hitam bagi bangsa Indonesia dimana Siti Zaenab, PRT migran Indonesia di eksekusi mati di Madinah Saudi Arabia pada pukul 10.00 waktu Madinah.

Eksekusi ini merupakan bentuk pelanggaran HAM yang serius karena hak hidup setiap orang harus dijamin, apalagi Siti Zaenab terpaksa melakukan pembunuhan terhadap majikan perempuannya karena membela diri atas penganiayaan yang diterimanya memasuki tahun kedua masa kerjanya di rumah majikan.

Cerita mengenai penyiksaan tersebut, disampaikan Siti Zaenab kepada keluarganya melalui surat Siti Zaenab berangkat ke Saudi Arabia pada 7 Maret 1998 melalui PT Banyu Ajisakti.

Siti Zaenab bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga pada majikan Abdullah Muhsin AlAhmadi. Siti Zaenab di vonis hukuman mati oleh pengadilan Madinah pada 8 Januari 2001 atas tuduhan pembunuhan terhadap majikan perempuannya, Nauroh Bt Abdullah.

Siti Zaenab ditahan di penjara umum Madinah hampir 16 tahun, terhitung sejak 5 Oktober 1999 - 13 April 2015. 

Pada masa pemerintahan Gus Dur, Siti Zaenab berhasil ditunda eksekusi atas lobby Gus Dur dengan Raja Arab hingga ahli waris majikannya akil balig.

Eksekusi mati terhadap Siti Zaenab ini mestinya menjadi momentum bagi pemerintah Indonesia untuk menghentikan praktek hukuman mati di Indonesia.

Karena praktek hukuman mati disini mengakibatkan pemerintah kehilangan legitimasi moral untuk mendesak Negara lain agar membebaskan warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri.

Setidaknya saat ini masih ada 290 buruh migran yang terancam hukuman mati di Malaysia, Saudi Arabia, Singapura, China dan Qatar. Dan 59 diantara mereka sudah vonis tetap hukuman mati.



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Saudi Laksanakan Hukuman Mati WNI Tanpa Memanggil Perwakilan Indonesia

JEDDAH, - Pada tanggal 14 April 2015 pukul 14.00 WIB, Konsulat Jenderal RI di Jeddah menerima informasi dari pengacara Khudran Al Zahrani mengenai telah dilaksanakannya hukuman mati (qishas) terhadap WNI bernama Siti Zaenab Bt. Duhri Rupa. Almh. Siti Zaenab dihukum mati di Madinah pada pukul 10.00 waktu setempat.

Sebagaimana informasi yang diterima Direktorat Informasi dan Media Kemlu RI melalui email menjelaskan Pemerintah Indonesia menyampaikan duka cita yang mendalam kepada sanak keluarga dan mengharapkan Almarhumah mendapatkan tempat yang terbaik disisi Allah SWT.

Selain itu, Pemerintah Indonesia menyampaikan protes kepada Pemerintah Arab Saudi karena tidak menyampaikan notifikasi kepada Perwakilan RI maupun kepada keluarga mengenai waktu pelaksanaan  hukuman mati tersebut.

Sebagai informasi, Siti Zainab Bt. Duhri Rupa (Lahir di Bangkalan, 12 Maret 1968) merupakan BMI di Arab Saudi yang dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya bernama Nourah Bt. Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999.

Siti Zainab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada  08 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qishash kepada Siti Zainab.

Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.

Pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil baligh, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada Pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zainab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati.

Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013. Perlindungan WNI di luar negeri, termasuk WNI yang menghadapi masalah hukum, merupakan prioritas Pemerintah Indonesia.

Dari sejak awal, pemerintah telah berjuang untuk mendampingi yang bersangkutan dan memohonkan pengampunan dari keluarga.  

Pemerintah Indonesia telah melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati, antara lain:

Langkah hukum: menunjuk pengacara Khudran Al Zahrani untuk memberikan pendampingan hukum kepada Siti Zainab serta memberikan pendampingan dalam setiap persidangan.

Kemudian Langkah diplomatic melalui tiga Presiden RI, yakni Alm. Abdurrahman Wahid (2000), SBY (2011) dan Joko Widodo (2015), telah mengirimkan surat resmi kepada Raja Saudi yang berisi permohonan agar Raja Arab Saudi memberikan pemaafan kepada WNI tersebut.

Selain itu, Kepala Perwakilan RI di Riyadh maupun Jeddah juga telah mengirimkan surat resmi kepada Emir di Mekkah dan Madinah untuk mendorong pemberian maaf bagi Siti Zainab.

Menlu RI juga telah menyampaikan secara langsung dalam pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Arab Saudi pada Maret 2015, untuk membantu melakukan pendekatan kepada keluarga untuk memberikan pemaafan.

 Wamenlu Arab Saudi dalam  hal ini menyampaikan bahwa upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia sudah luar biasa untuk melindungi warganegara;

Melakukan pendekatan secara terus menerus kepada ahli waris korban. Secara informal, pendekatan juga telah dilakukan kepada pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan Kabilah Al Ahmadi yang merupakan suku asal suami korban.

Meminta bantuan ulama dan Ketua Lembaga Pemaafan Madinah guna melakukan pendekatan kepada keluarga. 

Memfasilitasi kunjungan keluarga (kakak dan anak) Siti Zaenab ke penjara Madinah sekaligus untuk bertemu dengan para ulama dan Ketua Lembaga Pemaafan Madinah.

Terakhir kunjungan dilakukan pada tanggal 24-25 Maret 2015. Menawarkan pembayaran diyat melalui Lembaga Pemaafan Madinah sebesar SR 600 ribu (sekitar Rp. 2 Miliar).

Pemerintah Indonesia telah dan akan terus melakukan upaya-upaya memberikan perlindungan kepada WNI yang menghadapi permasalahan di luar negeri, termasuk bagi mereka yang terancam hukuman mati.

Dalam periode Juli 2011 - 31 Maret 2015, Pemerintah telah berhasil membebaskan dari hukuman mati bagi 238 WNI di luar negeri.

Seperti diketahui, sejak Januari 2015 hingga, Pemerintah Arab Saudi telah menghukum mati sebanyak 59 orang, dimana 35 orang di antaranya merupakan WN Arab Saudi, dan 25 orang lainnya merupakan warga negara asing.

Hukuman mati dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan, narkoba, pemerkosaan, dan perzinahan.


Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz

Kamis, 09 April 2015

Binatang pun Ikut Jadi Korban Sengketa Diplomatik Dua Negara

STOCKHOLM, - Entah apa salah dari binatang ini sehingga ikut menjadi korban dari perselihan diplomatic dua negara.

Sebagaimana informasi yang dilansir dari media setempat melaporkan bahwa Saudi menolak untuk menerima empat primate monyet kerdil Amazon dari sebuah kebun binatang Swedia.

Penolakan dari primate ini berawal dari kesiapan kebun binatang Skansen yang berada di pusat kota Stockholm untuk mengirimkan seekor monyet ini untuk koleganya di Riyadh termasuk pengirimannya jauh sebelum adanya sengketa diplomatic ini.

Alasan penolakan primate yang punya berat 100 gram yang diklaim sebagai primate paling kecil di dunia ini menurut Jonas Wahlstrom tidak mau lantaran situasi politik.

“Mereka tidak mau monyet-monyet itu karena situasi politik, agak komikal saya harus menunggu sampai memberikan visa lagi kepada pengusaha Swedia. Mungkin saat itu monyet-monyet ini juga akan mendapatkan visa,”ucapnya

Sebagai informasi, retaknya hubungan diplomatic antara Swedia dengan Saudi berawal dari Menlu Margot Wallstrom yang menuduh Saudi melanggar hak asasi perempuan dan mengkritik penahanan serta hukuman atas penulis blog Raif Badawi.

Kritikan yang dilontarkan Menlu Wallstrom ini memancing kemarahan Saudi dengan memanggil Duta Besar Swedia  Dag Juhlin-Dannfelt untuk menanyakan sembari memberikan nota protes.

Kemudian berlanjut dengan menarik pulang Dubes Saudi untuk Swedia, Ibrahim bin saad bin Ibrahim Al Ibrahim untuk diminta keterangannya.



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz