Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam Damai Sejahtera bagi
kita semua
Om Swastiastu
Namo Buddhaya
Yang terhormat,
Ibu Iriana Joko Widodo
Para Menteri Kabinet Kerja
Bapak/Ibu Kepala Daerah
Dan yang saya banggakan,
perempuan-perempuan dari berbagai organisasi, para bidan PTT, hadirin se-Bangsa
dan se-Tanah Air,
Puji dan syukur kita
panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Atas karunia-Nya kita dapat
memperingati Hari Perempuan Internasional.
Peringatan hari perempuan
sedunia ini sangatlah penting. Inilah momentum bagi kaum perempuan Indonesia,
untuk menelusuri kembali jejak sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia,
yang tidak kalah dengan perjuangan kaum perempuan dunia.
Lihatlah, perjuangan Gayatri
Radjapadmi yang meletakkan dasar kepemimpinan pemersatu Nusantara pada jaman
Majapahit.
Pelajarilah perjuangan
Laksamana Malahayati yang menggetarkan bala tentara penjajah Portugis dan
berdiri sebagai panglima perempuan terkuat di Aceh.
Demikian halnya dengan
kepeloporan RA Kartini, Dewi Sartika, Christina Martha Tiahahu, dan masih
banyak lagi. Pendeknya, negeri ini tidak
pernah kering dari hadirnya seorang pemimpin pelopor, berkat kaum perempuannya
yang visioner dan menyatukan diri dalam perjuangan kebangsaan Indonesia.
Meskipun demikian, kita juga
tidak bisa melepaskan diri dari kenyataan sejarah, bahwa bangsa ini mengalami
penjajahan yang begitu lama, lebih dari 350 tahun. Proses penjajahan ini
sangatlah dahyat dan berlangsung dari generasi ke generasi.
Sekiranya ada penelitian
yang mendalam, saya percaya bahwa penjajahan ini telah mewariskan suatu bentuk
dari “gen perbudakan” yang muncul dari rasa rendah diri yang menggerus mentalitas dan martabat kita
sebagai bangsa.
Di sinilah saya sepakat
terhadap pentingnya nation and character building, atau suatu revolusi mental,
untuk mengembalikan keseluruhan jati diri kita sebagai bangsa besar, yakni
bangsa yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian.
Saudara-saudara,
Perjuangan gerakan kaum
perempuan, merupakan potret perjuangan kemanusiaan atas “kemerdekaan,
kesetaraan dan kebersamaan” di ranah politik, sosial dan ekonomi. Ini pun tidak cukup.
Perjuangan perempuan dengan
nilai-nilai di atas, hanya berarti apabila kaum perempuan menyatukan diri
dengan rakyat, sebab perempuan adalah Rakyat itu sendiri.
Dalam konteks emansipasi,
tak boleh ada eksklusifitas bersikukuh mengatakan: “emansipasi hanya untuk perempuan”. Apalagi, sampai
membuat garis dikotomi antara laki-laki dan perempuan. Tengoklah
“Sarinah”.
Di dalam buku tersebut, Bung
Karno menyitir sebuah hadits Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, yang
mengatakan betapa pentingnya perempuan bagi negara. Perempuan itu tiang negeri.
Manakala baik perempuan, baiklah negeri ini.
Manakala buruk perempuan,
buruklah negeri ini. Karena itu, dalam Peringatan Hari perempuan Internasional
pada tahun 1960, Bung Karno pun menegaskan, apa yang diperjuangkan oleh kaum perempuan sudah
seharusnya diperjuangan juga oleh kaum laki-laki. “The emancipation of woman is
the emancipation of man”.
Tapi, menurut Bung Karno,
kaum perempuan tetap harus bergerak dan berjuang keras. “Tidakkah berulang kali
saya berkata: seribu dewa dari kayangan pun tidak akan bisa menolong kepada
saudara kaum wanita, jikalau saudara-saudara wanita sendiri tidak berjuang.
Nasib wanita tidak di dalam
tangannya kaum laki-laki, nasib wanita tidak di tangan seribu dewa dari
kayangan, nasib wanita adalah di dalam tangannya sendiri.”
Saudara-saudara,
Ide, semangat, dan landasan
perjuangan kaum perempuan Indonesia sebagaimana digambarkan dalam Sarinah
menempatkan pentingnya azas kolektivitas.
Kolektivitas yang menyatukan
kaum perempuan Indonesia dalam gagasan yang sama. Bahkan kekuatan kolektivitas
itu hadir sebagai kekuatan perubahan sehingga kaum perempuan menjadi sumber
kebudayaan bagi Indonesia yang lebih baik.
Semangat inilah yang saya
harapkan muncul kembali, sekaligus sebagai antitesa atas menguatnya orientasi
individual dalam seluruh bidang kehidupan yang semakin pragmatis.
Semangat kepeloporan kaum
perempuan ini sangatlah penting. Sebab, bagaimana kita bisa mencapai masyarakat
adil dan makmur, apabila dalam contoh kehidupan sehari-hari saja, kaum
perempuan justru semakin terpinggirkan.
Hadirin yang saya muliakan,
Tahun ini adalah tahun
penentuan bagi kaum perempuan Indonesia. Tahun dimulainya pemerintahan baru.
Janji-janji politik pada masa kampanye telah disampaikan, termasuk yang terkait
isu-isu perempuan.
Saya yakin, kita semua
berharap adanya pemenuhan janji-janji politik itu. Dasar-dasar keberpihakan
terhadap perjuangan kaum perempuan pun telah saya letakkan.
Dalam kapasitas saya sebagai
presiden, saya telah mendorong dan memperjuangkan lahirnya Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. Demikian
halnya dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Saya pun memutuskan untuk menandatangani Konvensi
PBB tentang Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya.
Saya juga memaksa Kapolri
Saat itu, Bapak Da’i Bachtiar, agar Akademi Kepolisian membuka kesempatan yang
sama bagi kaum perempuan untuk mendarma-baktikan sebagai Bayangkara Negara.
Sekarang, saya dengar,
kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi perempuan juga sedang
memperjuangkan berbagai aturan yang penting bagi perbaikan nasib kaum
perempuan.
Mulai dari Undang-undang
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, hingga revisi undang-undang bagi TKI, yang
mayoritas juga adalah kaum perempuan.
Ada pula kelompok yang
sedang menggalang kekuatan untuk hadirnya Undang-Undang Perlindungan Penyandang
Disabilitas, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, perbaikan atas aturan
tentang perkawinan, dan masih banyak lagi. Kesemuanya itu sangatlah penting
bagi kaum perempuan Indonesia.
Saudara-saudara,
Sudah saatnya kita pun
memperkuat kebijakan politik, yang membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi
perempuan Indonesia. Pendidikan adalah jalan pembebasan bagi kaum perempuan
Indonesia untuk mengejar ketertinggalannya.
Demikian halnya, terkait
dengan kebutuhan pokok rakyat. Ketika saya diberi kesempatan memimpin negeri
ini, satu hal yang terus menjadi perjuangan saya, bahkan hingga saat ini,
adalah pentingnya stabilitas harga kebutuhan pokok.
Ini menjadi salah satu tolak
ukur bagi saya, apakah kita sudah berdaulat di bidang pangan, atau sebenarnya
hanya bicara ketahanan pangan. Pilihan ideologis atas persoalan ini adalah
bahwa negara harus berdaulat di bidang pangan. Negara harus memastikan kesediaan
pangan yang cukup dengan harga terjangkau.
Saya paham, hal ini bukanlah masalah
sederhana. Diperlukan tekad politik yang kuat untuk berani menolak impor
misalnya; Integrasi kebijakan hulu-hilir di sektor produksi dan distribusi
pangan; serta adanya politik anggaran yang berpihak agar berbagai persoalan
terkait dengan infrastruktur pertanian
dapat secepatnya diselesaikan.
Kepeloporan kaum perempuan
di sektor ini sangatlah penting. Kaum Perempuan dengan seluruh daya kreasinya,
mampu mengemas, ketersediaan sumber pangan yang bergizi dan bervariasi bagi
keluarganya. Intermezo: harga kebutuhan pokok yang semakin tingi (beras, cabe
dll) dan bagaimana berupaya menyajikan menu makanan yang murah dan bergizi dari
sumber dalam negeri.
Hadirin yang saya muliakan,
Persoalan lain yang dihadapi
kaum perempuan Indonesia adalah tingginya angka kematian Ibu yang melahirkan.
Angka kematian bahkan melampaui target MDG’s yang mematok 102 per setiap 100
ribu kelahiran.
Sementara, di Indonesia terjadi 359 kematian dari setiap 100 ribu
kelahiran. Berdasarkan catatan dari BKKBN, angka kelahiran di Indonesia 4
sampai 5 juta setiap tahunnya.
Artinya, 1.436 saudara
perempuan kita meninggal setiap tahun karena melahirkan. Bayangkan, lebih dari
69 tahun kita merdeka, dan Indonesia masih jauh tertinggal di dalam memberikan
jaminan kehidupan bagi warga bangsanya.
Saudara-saudara,
Kita tidak bisa sekedar
berbicara tentang tinginya angka kematian Ibu melahirkan ini. Diperlukan
perubahan revolusioner mencakup aspek mental, adat istiadat, pendidikan,
kesehatan, dan perhatian yang begitu besar terhadap Ibu-ibu hamil agar
terpenuhilah seluruh gizi dan jaminan kesehatan yang diperlukan.
Atas persoalan ini, saya
mengajak kaum perempuan Indonesia untuk menjadikan hal ini sebagai tugas sosial
bersama, dan pada saat bersamaan memperbaiki pola pikir kaum perempuan
Indonesia agar semakin sadar pada tugasnya sebagai penjaga keberlangsungan
generasi bangsa.
Tugas ini, tentunya
memerlukan dukungan dari tenaga kesehatan, yaitu para bidan. Di Indonesia, lebih dari 50 persen kelahiran
dibantu oleh bidan.
Kita kekurangan tenaga
bidan. Namun, ada ketidakadilan yang diterima para bidan, dari mulai kontrak
kerja berkepanjangan, cuti melahirkan tak sesuai aturan, hingga upah hanya 1,4
juta rupiah setiap bulannya. Jelas, ini tidak sesuai dengan beban dan resiko
kerja!
Bidan-bidan berstatus
kontrak dengan SK Pemerintah Pusat, saat ini sedang memperjuangkan nasib agar
diangkat menjadi pegawai tetap negara.
Menurut saya, sudah
seharusnya tuntutan tersebut dipenuhi. Mengingat profesionalisme dan masa
pengabdian yang panjang dari mereka.
Saya mendukung perjuangan
ini, dan mengajak anda semua untuk menyepakati Peringatan Hari Perempuan
Internasional kali ini dengan satu tekad perjuangan: “Selamatkan Ibu Melahirkan,
dan Selamatkan Bidan PTT!”
Memperjuangkan nasib Bidan
PTT adalah bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan menurunkan Angka
Kematian Ibu melahirkan. Memperjuangkan Ibu melahirkan adalah memperjuangkan
kehidupan bangsa.
Terakhir, saya serukan
kepada kaum perempuan Indonesia di mana pun berada, di hari yang penuh rahmat
Illahi ini, satukanlah hati, pikiran, jiwa raga dan semangatmu,
bersatulah…!
Bersatulah kaum perempuan
Indonesia dalam satu gerbong gotong royong, dan dalam satu suara tarian
pengabdian! Derita kemiskinan rakyat adalah gending semangat yang akan menjaga
nyala obor gerak perjuangan kita. Jangan biarkan obor itu mati! Mengalunlah
bersama dalam rampak barisan keyakinan: Allah Subhanahu Wa Ta’ ala, Tuhan Yang
Maha Esa meridhoi perjuangan ini.
Saatnya perempuan bangkit
menjadi bagian kekuatan bangsa. Kita membutuhkan kesadaran nasional, semangat
nasional, perjuangan nasional!
Ketidakpedulian hanya akan
membuat bangsa ini terseret arus ketidakadilan.
Ketidakpedulian hanya akan menggerus kaum perempuan dalam
ketidakberdayaan. Ketidakpedulian hanya akan membuat Rakyat terkubur dalam
pemiskinan struktural!
Kesejahteraan berkeadilan
sosial, tidak jatuh dari langit seperti embun di waktu malam. Tetapi, itu
adalah hasil perjuangan, perjuangan sebuah bangsa! Selamat Hari Perempuan
Internasional, selamat berjuang!
Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam Damai Sejahtera bagi
kita semua
Salom
Om santi santi santi om
Namo Buddhaya
Megawati Soekarnoputri
Kontak Blog >
ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz