Senin, 06 April 2015

Survei, Publik Setuju Pengedar Narkotika Harus Dieksekusi Mati

JAKARTA, - Sebuah survei dirilis bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia setuju pengedar narkotika divonis hukuman mati.

Survei yang dikeluarkan Indo Barometer menyatakan bahwa sekitar 84,1 persen responden yang mereka tanyai mengatakan setuju pengerdar narkotika divonis hukuman mati dan hanya 11,8 persen saja yang tidak setuju akan vonis tersebut.

Ada tiga alasan dimana responden menyatakan setuju akan pengedar narkotika divonis mati karena narkotika merusak generasi muda (60,8%), dapat menyebabkan efek jera (23,7%) dan dengan narkotika bisa mengakibatkan timbulnya kejahatan lainnya (11%).

Sedangkan alasan tidak perlunya pengedar narkotika divonis mati  karena 36,2 persen menganggap masih ada hukuman yang manusiawi selain mati, kemudian melanggar Hak Asasi Manusia (28,4%) dan dapat memperkeruh suasana politik nasional (14,9%)

Menurut Direktur Indo Barometer, M Qodari dalam penjelasannya kepada Jurnalis mengatakan bahwa dalam survei ini masyarakat meminta agar Presiden melanjutkan hukuman mati tersebut

“Dalam survei ini masyarakat juga menyatakan agar Presiden Joko Widodo sebaiknya melanjutkan hukuman mati terpidana pengedar narkotika,”ucapnya.

Selain itu 86,3 persen masyarakat mendukung Jokowi melanjutkan kebijakan tersebut walau diancam dengan pemutusan hubungan diplomatic serta ekonomi dari negara yang warganya menjadi penyakitan untuk dieksekusi.

Hanya 13,7 persen yang meminta Jokowi membatalkan eksekusi mati dengan memberikan pengampunan kepada terpidana mati narkotika.

Responden yang tidak setuju lebih melihat agar hubungan diplomatic dan ekonomi yang sudah terjalin baik tetap terus berjalan.

Menurut Qodari bukan narkotika yang menjadi prioritas hukuman mati, justru responden meminta koruptor juga dihukum mati

“Responden ternyata lebih setuju bila koruptor yang dihukum mati dengan angka 53 persen,”ucapnya.

Selain korupsi pada 53 persen yang dihukum mati, dilanjutkan pembunuhan (16,3%), kejahatan seksual (4,2%), begal motor (3,8%), perampokan (2,6%), terorisme (2.3%) dan narkotika (0,9%).

Survei ini sendirl dilakukan di 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan mengumpulkan sekitar 1,200 orang responden yang terpilih lewat metode multistage random sampling.

Pengumpulan data responden menggunakan teknik wawancara tatap muka secara langsung dengan kuesioner yang dilakukan antara 15 hingga 25 Maret 2015.



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz