DENPASAR, - Sebagai salah satu
wujud kewajiban dan komitmen terhadap Konvensi Senjata Kimia (KSK), Indonesia
dan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (Organization for the Prohibition of
Chemical Weapons/OPCW) telah menyelenggarakan “Pelatihan Regional Negara Pihak
Kawasan Asia terkait dengan Pasal X Konvensi Senjata Kimia dan Isu Terkait di
Bidang Tanggap Darurat Senjata Kimia dan Bahan Kimia” pada tanggal 24 – 26 Maret
2015, di Bali, Indonesia.
Sebagaimana informasi yang
diterima dari Direktorat Informasi dan Media Kemlu RI melalui email menjelaskan
bahwa pelatihan tiga hari yang diselenggarakan atas kerjasama antara Direktorat
Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata - Kementerian Luar Negeri RI,
Direktorat Industri Kimia Dasar - Kementerian Perindustrian RI, Kedutaan Besar
Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, dan OPCW tersebut diikuti oleh
peserta yang berasal dari instansi pemerintah dan kalangan industri kimia dari
Afghanistan, Bahrain, Bhutan, Fiji, Filipina, India, Kamboja, Korea Selatan,
Lebanon, Malaysia, Pakistan, Qatar, Saudi Arabia, Tiongkok, Yordania dan
Indonesia.
Direktur Industri Kimia
Dasar Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam, dalam sambutan pembukanya
mengatakan bahwa pelatihan tersebut dapat membentuk dan memperkuat kemampuan
dasar prosedur tanggap darurat senjata kimia dan kebocoran bahan kimia berbahaya.
Pernyataan tersebut didukung
oleh Head of Assistance and Protection Branch OPCW, Shawn DeCaluwe, yang
menyampaikan bahwa penyelenggaraan pelatihan didasari kebutuhan untuk
meningkatkan kapasitas negara-negara di kawasan Asia di bidang tanggap darurat
menghadapi kemungkinan serangan senjata kimia dan bencana kebocoran bahan kimia
berbahaya, sesuai dengan Pasal X KSK.
Pelatihan berhasil membahas
dan menganalisa kerangka operasional penggelaran tanggap darurat kimia guna
memastikan kesiapsiagaan yang efektif baik secara nasional maupun regional
apabila terjadi insiden yang melibatkan senjata kimia dan bahan kimia
berbahaya.
Kerangka dimaksud mengacu pada 4 (empat) tahapan penting yaitu
notifikasi insiden, respon otoritas yang berwenang, stabilisasi kondisi, dan
restorasi paska insiden.
Pada akhir pelatihan, para
peserta pelatihan menyampaikan kesan positif atas pelatihan tersebut yang telah
membantu memperkuat mekanisme pembagian informasi, pertukaran pengetahuan dan
wawasan, serta jejaring komunikasi antar personil dari berbagai negara, yang
terlibat dalam penanganan tanggap darurat kimia.
Pernyataan tersebut sejalan
dengan salah satu tujuan pelatihan yaitu untuk meningkatkan koordinasi antar
negara, terutama di kawasan Asia, dalam hal kesiapan untuk meluncurkan bantuan
guna melindungi korban apabila terjadi kebocoran bahan kimia atau serangan aksi
terorisme yang menggunakan senjata kimia.
Kontak Blog >
ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz