Rabu, 01 April 2015

Indonesia Dorong Negara Kawasan untuk Siap Hadapi Tanggap Darurat Senjata Kimia

DENPASAR, - Sebagai salah satu wujud kewajiban dan komitmen terhadap Konvensi Senjata Kimia (KSK), Indonesia dan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (Organization for the Prohibition of Chemical Weapons/OPCW) telah menyelenggarakan “Pelatihan Regional Negara Pihak Kawasan Asia terkait dengan Pasal X Konvensi Senjata Kimia dan Isu Terkait di Bidang Tanggap Darurat Senjata Kimia dan Bahan Kimia” pada tanggal 24 – 26 Maret 2015, di Bali, Indonesia.

Sebagaimana informasi yang diterima dari Direktorat Informasi dan Media Kemlu RI melalui email menjelaskan bahwa pelatihan tiga hari yang diselenggarakan atas kerjasama antara Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata - Kementerian Luar Negeri RI, Direktorat Industri Kimia Dasar - Kementerian Perindustrian RI, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, dan OPCW tersebut diikuti oleh peserta yang berasal dari instansi pemerintah dan kalangan industri kimia dari Afghanistan, Bahrain, Bhutan, Fiji, Filipina, India, Kamboja, Korea Selatan, Lebanon, Malaysia, Pakistan, Qatar, Saudi Arabia, Tiongkok, Yordania dan Indonesia.

Direktur Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam, dalam sambutan pembukanya mengatakan bahwa pelatihan tersebut dapat membentuk dan memperkuat kemampuan dasar prosedur tanggap darurat senjata kimia dan kebocoran bahan kimia berbahaya.

Pernyataan tersebut didukung oleh Head of Assistance and Protection Branch OPCW, Shawn DeCaluwe, yang menyampaikan bahwa penyelenggaraan pelatihan didasari kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas negara-negara di kawasan Asia di bidang tanggap darurat menghadapi kemungkinan serangan senjata kimia dan bencana kebocoran bahan kimia berbahaya, sesuai dengan Pasal X KSK.

Pelatihan berhasil membahas dan menganalisa kerangka operasional penggelaran tanggap darurat kimia guna memastikan kesiapsiagaan yang efektif baik secara nasional maupun regional apabila terjadi insiden yang melibatkan senjata kimia dan bahan kimia berbahaya. 

Kerangka dimaksud mengacu pada 4 (empat) tahapan penting yaitu notifikasi insiden, respon otoritas yang berwenang, stabilisasi kondisi, dan restorasi paska insiden.

Pada akhir pelatihan, para peserta pelatihan menyampaikan kesan positif atas pelatihan tersebut yang telah membantu memperkuat mekanisme pembagian informasi, pertukaran pengetahuan dan wawasan, serta jejaring komunikasi antar personil dari berbagai negara, yang terlibat dalam penanganan tanggap darurat kimia.

Pernyataan tersebut sejalan dengan salah satu tujuan pelatihan yaitu untuk meningkatkan koordinasi antar negara, terutama di kawasan Asia, dalam hal kesiapan untuk meluncurkan bantuan guna melindungi korban apabila terjadi kebocoran bahan kimia atau serangan aksi terorisme yang menggunakan senjata kimia.



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz