Rabu, 04 Februari 2015

Namibia dan Angola Potensi Besar bagi Indonesia

JAKARTA, - Afrika yang selama ini selalu identic dengan kemiskinan, kelaparan dan kekeringan sudah tidak ada lagi bahkan saat ini bisa dikatakan sebagai benua dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.

Hal ini disampaikan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Namibia merangkap Angola, Agustinus Sumartono, berbicara mengenai diplomasi ekonomi di benua Afrika disela-sela Raker Keppri (4/2) yang berlangsung di Jakarta.


Dok. Kemlu RI
Sebagaimana dilansir dari laman Kemlu RI, Dubes Sumartono mengatakan tantangan utama diplomasi ekonomi di benua Afrika secara umum adalah mengubah mindset pengusaha Indonesia mengenai Afrika; bahwa benua Afrika bukan lagi benua yang identik dengan kemiskinan, kelaparan dan kekeringan, namun sudah menjelma menjadi benua dengan pertumbuhan tercepat di dunia.

“Sebenarnya peluang ekonomi di Namibia dan Angola untuk para pengusaha Indonesia itu terbuka sangat luas, KBRI Windhoek akan senantiasa memfasilitasi peluang-peluang kerja sama ini, yang paling penting mindset mengenai Afrika itu harus dirubah terlebih dahulu, dan harus ada keseriusan para pengusaha untuk follow up dan maintain kerja sama” ucap sDubes Sumartono.

Dari 47 negara Afrika Sub-Sahara, Indonesia telah menjalin hubungan diplomatik dengan 43 negara. Kerja sama terjalin melalui KAA, GNB, Selatan-Selatan serta berbagai forum internasional.

Hubungan Indonesia dengan Namibia dan Angola terjalin dengan baik. Indonesia memiliki hubungan sejarah khusus dengan Namibia, yakni dukungan kuat dari Indonesia untuk kemerdekaan Namibia pada Maret 1990.

Kawasan selatan benua Afrika, yang terdiri dari 15 negara dan kurang lebih 260 juta penduduk, menyimpan banyak potensi yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk bisa mengembangkan kerja sama ekonomi, sosial dan budaya.

Namibia, negara yang memilki ibu kota Windhoek ini, tercatat sebagai salah satu motor penggerak kawasan selatan Afrika, sektor pertambangan (berlian, timah, zinc dan tembaga) menyumbang 25% GDP Namibia. Namibia juga merupakan negara ke-4 pengekspor uranium terbesar di dunia.

Proyek Tambang Husab (The Husab Uranium Project) yang terletak di dekat kota Swakopmund memiliki potensi untuk menghasilkan 15 juta pound (6800 ton) uranium oksida per tahun. Pada saat proyek ini selesai pada Oktober 2015 nanti, Namibia akan menjadi penghasil penghasil uranium terbesar setelah Kazakhstan.

Sedangkan Angola adalah produsen minyak terbesar kedua di Sub-Sahara Afrika, setelah Nigeria. Negara ini mengalami booming produksi minyak antara tahun 2002 dan 2008.

Indonesia telah memiliki skema kerjasama bilateral yang dibuat dengan Anggola yang dibuat 31 Oktober 2014. Negara ini juga potensi pasar untuk produk nonmigas Indonesia.

Melihat besarnya potensi ini, menurut Dubes Sumartono para pengusaha Indonesia harus mulai menggarap serius pasar non-tradisional di Afrika, baik melalui kementerian ataupun asosiasi terkait.

Produk Indonesia kini diharapkan tidak lagi terfokus pada pasar tradisional seperti benua Amerika dan Eropa, karena di pasar tersebut sudah banyak produk Indonesia dan pesaingnya.

KBRI Windhoek dalam mendukung produk Indonesia secara aktif melakukan promosi melalui keikutsertaan dalam pameran-pameran perdagangan yang besar dan membuat peragaan untuk produk-produk Indonesia.

Salah satunya adalah Feira Internacional de Luanda (FIL) yang merupakan pameran internasional consumer goods tahunan terbesar yang diadakan di Luanda, ibu kota Angola.  Produk Indonesia sangat diminati karena memiliki kualitas yang sangat baik dan variasi yang banyak.

KBRI Windhoek juga banyak bekerja sama dengan pemerintah di kedua negara untuk memperkuat hubungan bilateral dalam berbagai bidang, baik ekonomi, sosial budaya maupun politik. Termasuk dalam capacity building, sebagai contoh dalam hal penyelenggaraan konferensi. Namibia dan Angola membutuhkan pelatihan untuk keprotokoleran dan kekonsuleran.



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/CatatanLorcasz