JAKARTA, - Tidak terasa hubungan diplomatik Indonesia
dan Rusia melewati usia 65 tahun pada tanggal 3 Februari 2015 lalu, kedua
negara ini pun memiliki keterikatan sejarah walau sempat mengalami penurunan
pada masa Uni Sovyet.
Dok. Kemlu RI |
Hal ini disampaikan Duta
Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Federasi Rusia, Djauhari Oratmangun
disela-sela acara Rapat Kerja Kepala Perwakilan RI di Ruang Palapa, Kemlu RI.
“Indonesia dan Rusia
memiliki keterikatan sejarah, walaupun sempat mengalami penurunan di masa Uni
Soviet,” ucap Dubes Djauhari
Sebagaimana dilansir laman
Kemlu, Dubes Djauhari juga mengatakan hubungan kedua negara juga semakin kuat
dengan banyaknya pertemuan para pejabat, termasuk ketika Presiden Joko Widodo menemui Presiden Rusia Vladimir
Putin belum lama ini di bulan November 2014 pada KTT APEC di Beijing dan kedua
pemimpin berjanji meningkatkan hubungan bilateral.
Ditambahkan pula bahwa Wakil
Menlu Rusia, Igor Morgulov akan mengunjungi Indonesia tanggal 6 Februari 2015
dalam rangka konsultasi bilateral. Selain itu akan dibahas persiapan
pelaksanaan Sidang Komisi Bersama Indonesia-Rusia 2015 yang akan dilaksanakan
di Kazan pada awal bulan April 2015.
Dalam hal ekonomi, nilai
perdagangan kedua negara telah mencapai US$ 4 milyar. Kerja sama kedua negara
termasuk rencana perusahaan Russian Railways membangun rel kereta api sepanjang
191 km di Kaltim dimana ground breaking akan dilaksanakan tahun ini.
Kerja sama lain termasuk
joint venture perakitan truk di indonesia yang melibatkan perusahaan Kamaz,
serta kerja sama pengolahan bauxite Indonesia menjadi aluminia yang
dilaksanakan di Rusia dengan nilai US$ 3 milyar.
Kemudian pada bidang
pariwisata, jumlah turis Rusia ke Indonesia sudah mencapai jumlah 100.000 orang
per tahun, angka yang masih belum maksimal.
Salah satu kendala adalah
belum adanya penerbangan langsung RI-Rusia. Untuk ke depan, Indonesia akan
menjadikan Bali dan Jakarta sebagai pintu masuk wisatawan ke daerah-daerah lain
di Indonesia.
“Walaupun jumlahnya sedikit,
turis Rusia adalah big spenders,” ujar Dubes Djauhari.
Terkait sanksi ekonomi
terhadap Rusia dari negara-negara Barat, Dubes Djauhari menyatakan bahwa hal
ini membuka peluang bagi masuknya produk Indonesia, terutama produk makanan
seperti daging dan buah-buahan. Produk lain yang diekspor ke Rusia termasuk
crude palm oil, ikan, tekstil, perabotan, kopi dan teh.
Selain itu, terdapat 25 juta
penduduk Muslim atau sekitar 19% dari total penduduk Rusia, yang merupakan
pasar potensial yang besar bagi produk-produk Indonesia.
Dalam hal kerja sama di bidang
pendidikan masih maksimal dimana pelajar Indonesia di negeri beruang merah
masih kurang dari 200 orang masih kalah dengan Malaysia yang berjumlah 3,000
orang atau RRT sekitar 20,000 pelajar.
“Mahasiswa Indonesia di
Rusia masih kurang dari 200 orang, kalah dari Malaysia dengan 3000 orang,
Vietnam dengan 5000 orang dan RRT dengan 20.000 orang,” ujar Dubes Djauhari.
Menurut Djauhari, kesempatan
studi di Rusia terbuka lebar, terutama di bidang-bidang yang menjadi keunggulan
seperti teknik dan kedokteran.
Kontak Blog >
ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz