JAKARTA, - Tidak terbayangkan bagaimana limbah dari
Rumah Sakit terutama khusus bedah plastic bisa menjadi bagian dari sanitasi
untuk kegiatan sehari-hari di tempat medis tersebut.
Adalah Edwin Permana, seorang pengajar jurusan
Kesehatan Lingkungan Politeknis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes
Kemenkes) Jakarta 2 ketika memberikan keterangan kepada Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh Kerajaan Swedia untuk Indonesia, Johana Brismar Skoog.
Menurut Edwin dalam paparannya di Rumah Sakit Bedah
Bina Estetika, Kawasan Menteng-Jakarta, apa yang dilakukannya dijamin efektif
dalam membersihkan limbah dengan biaya murah
Menurut Edwin, Inovasi yang diciptakannya adalah satu
dari 15 pemenang dalam sebuah kontes yang bertajuk Smart Living Challenge yang
diadakan Pemerintah Kerajaan Swedia.
Inovasi yang digunakan oleh Edwin ini menggunakan
media tempurung kelapa untuk pembiakan bakteri pengurai limbah pada tangka biofilter
dalam rantai pengolahan limbah cair.
Kemudian pada pembiakan bakteri pengurai limbah cair
pada tangka biofilter menggunakan botol plastic kemasan susu fermentasi.
Lantas bagaimana cara kerja dari projek yang dilakukan
Edwin ini pada RS Bedah Estetika, dirinya mengatakan pada Instalasi Pengelolaan
Air Limbah (IPAL) pada limbah tempat ini dikumpulkan atau ditampung dalam tiga tangka
terpisah.
Limbah cair yang berasal dari kegiatan toilet, ruang bedah
dan laboratorium ini masuk dalam tangka septik. Kemudian limbah cair dari
aktivitas dapur dan bengkel yang mengandung minyak masuk dalam tangka perangkap
minyak.
Sedangkan untuk limbah cair yang berasal dari
pencucian baju akan masuk dalam tangki pemecah busa.
Setelah itu semua masuk, menurut Edwin ketiga limbah
tersebut masuk dan tercampur dalam satu tangka ekualisasi yang kemudian
dilanjutkan ke tangka sedimentasi untuk diendapkan selama delapan jam.
Dengan sistem tersebut membuat endapan limbah dapat
bertahan lebih optimal pada setiap tangka sehingga air yang dihasilkan lebih jernih.
Dari tangki sedimentasi tersebut, posisi air limbah
akan masuk ke tangka biofilter yang terdiri atas tiga tahap selanjutnya dengan
pemberian jenis bakteri yang berbeda-beda.
Bakteri yang diisi dalam tangka biofilter adalah
anaerob, anoksi dan aerob dimana pada tangka tersebut botol plastic kemasan
fermentasi ditempatkan sebagai tempat hidup dari pada bakteri yang memakan
unsur berbahaya dari air limbah antara lain, oksigen biologis (BOD), kebutuhan
oksigen kimia (COD), total padatan tersuspensi (TSS), ammonium (NH4) dimana
unsur tersebut berpatokan dalam efektivitas pengelolaan air libah.
Setelah itu bekerja air masuk dalam tangka disinfeksi
untuk membunuh bakteri patogen sebelum air dibuang ke pada lingkungan.
Edwin juga mengatakan soal daya tahan lama dari
perangkat ini cukup lama mengingat konstruksi dari media ini, mulai dari tangka
menggunakan beton kuat, sedangkan untuk pemeliharaan RS membutuhkan durasi
setahun untuk media penyedotan lemak, septik dan pemecah busa.
Sedangkan untuk ekualisasi bertahan pada dua tahun
sedangkan sedimentasi tiga tahun, dengan ukuran bervariasi mulai dari lima
meter kubik hingga 300 meter kubik.
Terkait dengan prestasi ini yang dirancang putera
Indonesia, menurut Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Swedia
untuk Indonesia, Johanna Brismar Skoog mengatakan dirinya melihat bagaimana
kinerja dari alat ini bahkan dirinya mencoba mencium air hasil akhir dari
pengelolaan limbah ini yang sama sekali tidak berbau.
“Tidak terlalu berbau,”ucap Dubes yang juga isteri
dari Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia ini.
Dubes Johanna juga mengatakan bahwa pihaknya tetap
berkomitmen untuk memberikan pelatihan bisnis kepada para innovator agar apa
yang diciptakannya dapat lebih meluas dan bisa menjadi bagian dari solusi
persoalan yang efektif.
Kontak info > ervanca@gmail.com
Twitter.com/Lorcasz