Rabu, 03 Desember 2014

Memanfaatkan Limbah RS menjadi Sanitasi Air





JAKARTA, - Tidak terbayangkan bagaimana limbah dari Rumah Sakit terutama khusus bedah plastic bisa menjadi bagian dari sanitasi untuk kegiatan sehari-hari di tempat medis tersebut.

Adalah Edwin Permana, seorang pengajar jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) Jakarta 2 ketika memberikan keterangan kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Swedia untuk Indonesia, Johana Brismar Skoog.

Menurut Edwin dalam paparannya di Rumah Sakit Bedah Bina Estetika, Kawasan Menteng-Jakarta, apa yang dilakukannya dijamin efektif dalam membersihkan limbah dengan biaya murah

“Kami jamin efektif membersihkan limbah dan relative murah,”ucapnya

Menurut Edwin, Inovasi yang diciptakannya adalah satu dari 15 pemenang dalam sebuah kontes yang bertajuk Smart Living Challenge yang diadakan Pemerintah Kerajaan Swedia.

Inovasi yang digunakan oleh Edwin ini menggunakan media tempurung kelapa untuk pembiakan bakteri pengurai limbah pada tangka biofilter dalam rantai pengolahan limbah cair.

Kemudian pada pembiakan bakteri pengurai limbah cair pada tangka biofilter menggunakan botol plastic kemasan susu fermentasi.

Lantas bagaimana cara kerja dari projek yang dilakukan Edwin ini pada RS Bedah Estetika, dirinya mengatakan pada Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) pada limbah tempat ini dikumpulkan atau ditampung dalam tiga tangka terpisah.

Limbah cair  yang berasal dari kegiatan toilet, ruang bedah dan laboratorium ini masuk dalam tangka septik. Kemudian limbah cair dari aktivitas dapur dan bengkel yang mengandung minyak masuk dalam tangka perangkap minyak.

Sedangkan untuk limbah cair yang berasal dari pencucian baju akan masuk dalam tangki pemecah busa.

Setelah itu semua masuk, menurut Edwin ketiga limbah tersebut masuk dan tercampur dalam satu tangka ekualisasi yang kemudian dilanjutkan ke tangka sedimentasi untuk diendapkan selama delapan jam.

Dengan sistem tersebut membuat endapan limbah dapat bertahan lebih optimal pada setiap tangka sehingga air yang dihasilkan lebih jernih.

Dari tangki sedimentasi tersebut, posisi air limbah akan masuk ke tangka biofilter yang terdiri atas tiga tahap selanjutnya dengan pemberian jenis bakteri yang berbeda-beda.

Bakteri yang diisi dalam tangka biofilter adalah anaerob, anoksi dan aerob dimana pada tangka tersebut botol plastic kemasan fermentasi ditempatkan sebagai tempat hidup dari pada bakteri yang memakan unsur berbahaya dari air limbah antara lain, oksigen biologis (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), total padatan tersuspensi (TSS), ammonium (NH4) dimana unsur tersebut berpatokan dalam efektivitas pengelolaan air libah.






Setelah itu bekerja air masuk dalam tangka disinfeksi untuk membunuh bakteri patogen sebelum air dibuang ke pada lingkungan.

Edwin juga mengatakan soal daya tahan lama dari perangkat ini cukup lama mengingat konstruksi dari media ini, mulai dari tangka menggunakan beton kuat, sedangkan untuk pemeliharaan RS membutuhkan durasi setahun untuk media penyedotan lemak, septik dan pemecah busa.

Sedangkan untuk ekualisasi bertahan pada dua tahun sedangkan sedimentasi tiga tahun, dengan ukuran bervariasi mulai dari lima meter kubik hingga 300 meter kubik.

Terkait dengan prestasi ini yang dirancang putera Indonesia, menurut Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kerajaan Swedia untuk Indonesia, Johanna Brismar Skoog mengatakan dirinya melihat bagaimana kinerja dari alat ini bahkan dirinya mencoba mencium air hasil akhir dari pengelolaan limbah ini yang sama sekali tidak berbau.







“Tidak terlalu berbau,”ucap Dubes yang juga isteri dari Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia ini.

Dubes Johanna juga mengatakan bahwa pihaknya tetap berkomitmen untuk memberikan pelatihan bisnis kepada para innovator agar apa yang diciptakannya dapat lebih meluas dan bisa menjadi bagian dari solusi persoalan yang efektif.


Kontak info > ervanca@gmail.com

Twitter.com/Lorcasz