JAKARTA, - Ada yang menarik ketika
tiga dubes dari tiga benua berkumpul dalam satu ruangan untuk memberikan testimoni
pengalaman diplomasi mereka di penempatan mereka.
Hal ini hanya terjadi dalam
sebuah Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI yang menghadirkan mantan Duta
Besar LBBP RI dari 3 benua, yaitu Eropa, Amerika, dan Afrika.
Sebagaimana dilansir dari
laman Kemlu RI mengatakan menurut Dubes Alfred T Palembangan, Sekretaris BPPK
mengatakan bahwa forum ini telah berkembang menjadi forum komunikasi publik yang
ditandai dengan semakin luasnya kehadiran berbagai kementerian atau lembaga
hingga perguruan tinggi.
“Forum Debriefing telah
berkembang menjadi forum komunikasi publik yang ditandai dengan semakin luasnya
kehadiran berbagai Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, dan instansi
lainnya,” ucap Sekretaris BPPK, Dubes Alfred T. Palembangan
Forum kali ini menghadirkan
tiga Duta Besar periode 2010 – 2014, yakni Duta Besar Nahari Agustini (Duta
Besar LBBP RI untuk Republik Turki), Duta Besar Nur Syahrir Rahardjo (Duta
Besar LBBP RI untuk Republik Suriname, merangkap Republik Guyana), dan Duta
Besar Eddy Poerwana (Dubes RI untuk Republik Zimbabwe merangkap Republik
Mozambique, Republik Zambia, dan Republik Malawi).
Menurut Dubes Nahari
Agustini memberikan penjelasan ketika isu hilangnya 16 WNI di Turki yang
ternyata akan menyeberang ke Suriah mengatakan bahwa kondisi perbatasan dua
negara tersebut terbentang sangat panjang yang berupa pegunungan.
“Kondisi perbatasan
Turki-Suriah membentang sangat panjang, sekitar 900 Kilometer di wilayah yang
berupa pegunungan”, ungkap Dubes Nahari Agustini
Panjangnya wilayah
perbatasan dan sulitnya medan menjadi tantangan utama dalam mencegah orang,
termasuk WNI yang ingin menyeberang ke Suriah.
Sejauh ini, KBRI telah
melakukan kerjasama dengan pihak Turki untuk mencegah menyeberangnya WNI ke
Suriah.
Selain itu, KBRI juga selalu
menjalin dialog dengan kelompok mahasiswa dan pelajar asal Indonesia di Turki
agar tidak ikut serta dalam kelompok radikal seperti ISIS.
“Kami juga mengusulkan
kapada pihak Imigrasi Turki untuk menghentikan sementara pemberian visa on
arrival bagi WNI yang bepergian ke Turki”, ujar Dubes Nahari.
Dalam hal ekonomi, hubungan
Indonesia dan Turki berjalan dengan sangat baik. Sebagai salah satu strategic
partner Indonesia,
Volume perdagangan
Indonesia-Turki cukup besar, yaitu 2,4 Milyar Dollar AS pada tahun 2014. Dari
jumlah tersebut, surplus berada di pihak Indoensia.
“Pada tahun 2014, Indonesia
memiliki surplus perdagangan dengan Turki sekitar 1,8-1,9 Milyar dollar AS”
Demikian imbuh Dubes Nahari.
Beda dengan Dubes Nur
Syahrir Rahardjo yang menduduki pos di Suriname agak sedikit berbeda dimana
negara tersebut sangat kental dengan budaya Jawa
Bahkan dirinya pernah ditanya
oleh seorang warga keturunan Indonesia di negara tersebut apakah membawa kaset
lagu dari musisi Mus Mulyadi.
Menurut Dubes Rahardjo,
musisi-musisi lama Indonesia seperti Waljinah, Mus Mulyadi bahkan Didi Kempot
pun digandrungi oleh warga di negara jajahan Belanda yang menggunakan bahasa
sehari-hari bahasa Jawa selain bahasa Belanda.
“Bapak bawa kaset Mus Mulyadi, nggak?”, Kalau
artis-artis Indonesia lama mereka suka, justru band Indonesia zaman sekarang
yang tidak diminati di Suriname” ujar Dubes Rahardjo.
Hubungan Indonesia-Suriname
memang sangat unik. Dengan sekitar 15% penduduk yang merupakan warga keturunan
dari Imigran asal Pulau Jawa, keterikatan budaya kedua negara sangat erat.
Namun demikian, hubungan
budaya yang dekat tersebut tidak berjalan tanpa tantangan. Saat ini, kalangan
muda Suriname semakin tidak tertarik dengan budaya Indonesia, mereka lebih
tertarik pada budaya pop yang berkembang.
“Setelah diamati, hal ini
terjadi karena budaya Indonesia, terutama budaya Jawa yang ada di Suriname
masih sangat tradisional dan tidak mengelami perkembangan”, jelas Dubes
Rahardjo.
Dubes Rahardjo memberikan
contoh di Suriname pertunjukan wayang masih diadakan semalam suntuk, yang tentu
saja tidak menarik bagi kalangan muda.
Untuk itu, KBRI Paramaribo
mencoba membawakan budaya-budaya tradisional Indonesia yang telah
dimodernisasi, seperti menggelar pagelaran wayang dengan diselingi oleh campur
sari.
“Dengan demikian, masyarakat
Suriname semakin kembali tertarik pada budaya Indonesia”, tutup Dubes Rahardjo.
Bagaimana dengan Afrika
negara yang banyak orang masih dianggap penuh dengan segala rupa mulai dari
Ebola, konflik sekuler, AIDS dan masih banyak lagi.
Namun Afrika yang sekarang
sudah lebih maju bahkan menurut Mantan Dubes RI untuk Zimbabwe dan Zambia, Eddy
Poerwana yang mengatakan bahwa benua hitam tersebut adalah menarik
“Afrika adalah benua yang
menarik,”ucap Dubes Eddy Poerwana
Menurutnya, tidak semua
bagian di Benua Afrika panas dan dipenuhi konflik. Zimbabwe contohnya, selain
memiliki kondisi yang relatif aman, negara tersebut memiliki sistem pendidikan
yang sangat baik, yang diwariskan oleh Inggris.
Dubes Eddy juga mengungkapkan
bahwa hubungan Indonesia-Zimbabwe tidak bisa dilepaskan dari sisi historis,
ketika Presiden Soekarno menaruh perhatian yang sangat besar bagi dekolonisasi
kawasan Asia dan Afrika.
“Indonesia mendapatkan
tempat yang spesial di mata Presiden Mugabe”, ujar Dubes Eddy.
Dalam bidang ekonomi, saat
ini beberapa komoditi ekspor Indonesia, berupa produk-produk rumah tangga
sederhana, seperti setrika dan kipas angin telah mendapatkan tempat di pasar
Zimbabwe. Produk Indonesia dikenal dengan kualitasnya yang baik.
Namun, harga dari
produk-produk Indonesia masih belum terjangkau oleh masyarakat Zimbabwe. Selain
karena harga yang mahal akibat biaya distribusi yang tinggi, daya beli
masyarakat Zimbabwe juga cenderung lemah karena krisis ekonomi akibat sanksi
ekonomi yang dikenakan oleh negara-negara Barat.
Tidak kehabisan akal,
indonesia berusaha untuk masuk melalui produk sehari-hari yang murah, yaitu mie
instan yang ternyata sudah mulai akrab dengan masyarakat tersebut
“Indomie dan Sarimie sudah
mulai masuk ke pasar Zimbabwe saat ini” ucapnya
Kontak Blog >
ervanca@gmail.com
Twitter.com/CatatanLorcasz