JAKARTA,
- Momen peringatan Hari Buruh
Internasional tahun 2015 sejatinya merupakan saat yang tepat untuk kembali
merefleksikan kondisi dan nasib buruk yang dihadapi buruh migran Indonesia (BMI)
Secara
numerik terdapat 6.5 juta orang BMI yang bekerja di luar negeri, dimana
sebagian besarnya berprofesi sebagai pekerja rumah tangga (PRT).
Dari
angka ini, 278 orang diantaranya tengah berhadapan dengan tuntutan hukuman mati
di negara-negara seperti Malaysia, Arab Saudi, Cina, dan Iran, dimana 59 orang
BMI sudah berstatus hukum vonis tetap.
Hal
ini mengandung arti bahwa sewaktu-waktu mereka akan digantung, dipancung atau
ditembak mati. Rentetan eksekusi hukuman mati terhadap Siti Zainab binti Duhri
Rupa, Karni binti Medi Tarsim, dan penundaan eksekusi mati Mary Jane Veloso di
bulan April 2015 merupakan tragedi kemanusiaan yang mengusik hati nurani dan
cita rasa pada keadilan. Dan bukan kebetulan jika semua korban ketidakadilan
itu merupakan buruh migran.
Hal
inilah yang disampaikan Migran Care dalam menyambut Hari Buruh Internasional
yang jatuh pada tanggal 1 Mei setiap tahunnya.
Dalam
keterangan yang dikirimkan kepada sejumlah media melalui email mengatakan bahwa
fakta-fakta ini kembali mengingatkan
kita akan pentingnya pemerintah Indonesia menghentikan praktik pidana mati
dalam hukum positifnya.
Sebab
tanpa mencabut praktik hukuman mati, Indonesia tidak memiliki legitimasi moral
maupun politik untuk melindungi dan menyelamatkan warganya yang berhadapan
vonis hukuman mati di luar negeri.
Dari
perspektif ini, peristiwa hukum penundaan eksekusi mati terhadap Mary Jane
Veloso sebenarnya merupakan awal yang baik dan modal politik yang berharga
dalam konteks perlindungan buruh migran Indonesia di sentero dunia. Namun, hal
ini saja tidaklah cukup: Indonesia harus menghentikan praktik hukuman
mati.
Dalam
hal kerja layak bagi PRT, hal ini antara lain harus terwujud dalam (1) usaha
untuk menghapuskan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan. Artinya
dikotomi formal dan informal harus dihapuskan. PRT adalah profesi.
(2)
Penghapusan segala bentuk kerja paksa dan kerja wajib.
(3) Perlakuan yang sama
antara pekerja rumah tangga dan pekerja lainnya, baik dalam hal jam kerja,
konpensasi lembur, jadwal libur (harian dan mingguan) serta cuti tahunan yang
dibayar sesuai undang-undang nasional.
Untuk
itu Migrant CARE menyerukan kepada pemerintah Republik Indonesia untuk
secepatnya menghentikan praktik Hukuman Mati serta mendorong langkah-langkah
konkret terkait dengan upaya peningkatan perlindungan terhadap buruh migran
Indonesia, yang antara lain harus dilakukan dengan:
Pertama
melakukan revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri. Revisi ini harus dibasiskan pada semangat dan
aspirasi yang terkandung dalam Konvensi
PBB 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya;
Kedua,
Migrant CARE mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengesahkan
RUU PRT yang berbasis pada semangat yang menjalar dalam Konvensi ILO 189 tentang
Pekerjaan yang Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga
Kontak
Blog > ervanca@gmail.com
Twitter.com/catatanLorcasz