Jumat, 01 Mei 2015

#MayDay , Wujudkan Kerja Layak Bagi PRT dan PRT Migran

JAKARTA, -  Momen peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2015 sejatinya merupakan saat yang tepat untuk kembali merefleksikan kondisi dan nasib buruk yang dihadapi buruh migran Indonesia (BMI)

Secara numerik terdapat 6.5 juta orang BMI yang bekerja di luar negeri, dimana sebagian besarnya berprofesi sebagai pekerja rumah tangga (PRT).

Dari angka ini, 278 orang diantaranya tengah berhadapan dengan tuntutan hukuman mati di negara-negara seperti Malaysia, Arab Saudi, Cina, dan Iran, dimana 59 orang BMI sudah berstatus hukum vonis tetap.

Hal ini mengandung arti bahwa sewaktu-waktu mereka akan digantung, dipancung atau ditembak mati. Rentetan eksekusi hukuman mati terhadap Siti Zainab binti Duhri Rupa, Karni binti Medi Tarsim, dan penundaan eksekusi mati Mary Jane Veloso di bulan April 2015 merupakan tragedi kemanusiaan yang mengusik hati nurani dan cita rasa pada keadilan. Dan bukan kebetulan jika semua korban ketidakadilan itu merupakan buruh migran.

Hal inilah yang disampaikan Migran Care dalam menyambut Hari Buruh Internasional yang jatuh pada tanggal 1 Mei setiap tahunnya.

Dalam keterangan yang dikirimkan kepada sejumlah media melalui email mengatakan bahwa  fakta-fakta ini kembali mengingatkan kita akan pentingnya pemerintah Indonesia menghentikan praktik pidana mati dalam hukum positifnya.

Sebab tanpa mencabut praktik hukuman mati, Indonesia tidak memiliki legitimasi moral maupun politik untuk melindungi dan menyelamatkan warganya yang berhadapan vonis hukuman mati di luar negeri.

Dari perspektif ini, peristiwa hukum penundaan eksekusi mati terhadap Mary Jane Veloso sebenarnya merupakan awal yang baik dan modal politik yang berharga dalam konteks perlindungan buruh migran Indonesia di sentero dunia. Namun, hal ini saja tidaklah cukup: Indonesia harus menghentikan praktik hukuman mati. 

Dalam hal kerja layak bagi PRT, hal ini antara lain harus terwujud dalam (1) usaha untuk menghapuskan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan. Artinya dikotomi formal dan informal harus dihapuskan. PRT adalah profesi. 

(2) Penghapusan segala bentuk kerja paksa dan kerja wajib. 

(3) Perlakuan yang sama antara pekerja rumah tangga dan pekerja lainnya, baik dalam hal jam kerja, konpensasi lembur, jadwal libur (harian dan mingguan) serta cuti tahunan yang dibayar sesuai undang-undang nasional.

Untuk itu Migrant CARE menyerukan kepada pemerintah Republik Indonesia untuk secepatnya menghentikan praktik Hukuman Mati serta mendorong langkah-langkah konkret terkait dengan upaya peningkatan perlindungan terhadap buruh migran Indonesia, yang antara lain harus dilakukan dengan:

Pertama melakukan revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Revisi ini harus dibasiskan pada semangat dan aspirasi yang terkandung  dalam Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya;

Kedua, Migrant CARE mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengesahkan RUU PRT yang berbasis pada semangat yang menjalar dalam Konvensi ILO 189 tentang Pekerjaan yang Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga



Kontak Blog > ervanca@gmail.com

Twitter.com/catatanLorcasz