Jumat, 14 November 2014

Di Indonesia, Diabetes Tidak Terdeteksi



JAKARTA – Banyak kasus diabetes mellitus secara global termasuk Indonesia hingga saat ini tidak terdeteksi keberadaannya dan baru ketahuan mengidap ketika sudah timbul penyakit komplikasi.

Tidak terdeteksinya penyakit diabetes melitus ini karena kurangnya sosialisasi serta sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan bagi para penderitanya di negeri ini.

Permasalahan ini terungkap oleh Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Ekowati Rahajeng dalam Diabetes Leadership Forum yang berlangsung di JW Marriott kawasan Mega Kuningan, Jakarta

Bahkan menurut Ekowati, setidaknya 70 persen dari total kasus diabetes tak terdiagnosis dan baru terungkap setelah mengalami penyakit komplikasi salah satunya adalah tuberculosis,

“Sekitar 25 persen pasien diabetes juga tuberculosis,”ucapnya.

Sementara itu menurut Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Achmad Rudijanto mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat yang minim jadi penyebab dominan banyak kasusnya diabetes tidak terdeteksi, selain itu ada persepsi dimana orang gemuk yang tiba-tiba menjadi kurus dalam waktu cepat dianggap bagus padahal itu bisa dikategorikan sebagai pengidap diabetes.


















Sedangkan menurut Ketua International Diabetes Federation (IDF) Regional Pasific Barat, Nam H Cho mengatakan bahwa di wilayah kerjanya sekitar 138 juta jiwa warga hidup dengan diabetes atau 35 persen dari total orang dengan diabetes di seluruh dunia sedangkan 53 persen di antaranya tidak terdiagnosis.

Terkait dengan dana yang dipunya Indonesia dalam menangani kasus ini, Cho mengatakan bahwa anggaran khusus penyakit ini di negara ini  adalah rendah dan itu diperparah dengan lemahnya komitmen menerapkan kebijakan promotif dan preventif kesehatan.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany mengatakan bahwa belum ada yang menghitung berapa beban ekonomi yang ditimbulkan diabetes dan penyakit komplikasinya.

“Yang jelas seharusnya pemerintah mengalokasikan anggaran Rp2 triliun untuk program promotif dan preventif penyakit tak menular termasuk diabetes,”ucapnya

Berdasarkan data IDF menyebutkan secara global sekita 387 juta jiwa hidup dengan diabetes dan itu akan bertambah pada kisaran 592 juta jiwa pada tahun 2035 mendatang.

Sementara berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevelansi diabetes di Indonesia mencapai sekitar 6,9 persen.


Sedangkan untuk biaya bagi penderita diabetes dengan komplikasi gagal ginjal yang membutuhkan cuci darah rutin.

Biaya cuci darah rutin sekitar Rp800,000 per sekali cuci darah, bila sang penderita diabetes harus menjalani aktivitas tersebut sebulan tiga kali untuk bertahan hidup selama lima tahun maka biaya yang dibutuhkan adalah sekitar Rp100 juta.

Photo by @Lorcasz use Xiaomi RedMi 1S