JAKARTA – Banyak kasus diabetes mellitus secara global termasuk Indonesia hingga saat ini tidak terdeteksi keberadaannya dan baru ketahuan mengidap ketika sudah timbul penyakit komplikasi.
Tidak terdeteksinya penyakit diabetes melitus ini
karena kurangnya sosialisasi serta sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan
bagi para penderitanya di negeri ini.
Permasalahan ini terungkap oleh Direktur
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI, Ekowati Rahajeng dalam Diabetes Leadership Forum yang berlangsung
di JW Marriott kawasan Mega Kuningan, Jakarta
Bahkan menurut Ekowati, setidaknya 70 persen dari
total kasus diabetes tak terdiagnosis dan baru terungkap setelah mengalami
penyakit komplikasi salah satunya adalah tuberculosis,
“Sekitar 25 persen pasien diabetes juga
tuberculosis,”ucapnya.
Sementara itu menurut Ketua Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (Perkeni) Achmad Rudijanto mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat
yang minim jadi penyebab dominan banyak kasusnya diabetes tidak terdeteksi,
selain itu ada persepsi dimana orang gemuk yang tiba-tiba menjadi kurus dalam
waktu cepat dianggap bagus padahal itu bisa dikategorikan sebagai pengidap
diabetes.
Sedangkan menurut Ketua International Diabetes Federation (IDF) Regional Pasific Barat, Nam H Cho mengatakan bahwa di wilayah kerjanya sekitar 138 juta jiwa warga hidup dengan diabetes atau 35 persen dari total orang dengan diabetes di seluruh dunia sedangkan 53 persen di antaranya tidak terdiagnosis.
Terkait dengan dana yang dipunya Indonesia dalam
menangani kasus ini, Cho mengatakan bahwa anggaran khusus penyakit ini di
negara ini adalah rendah dan itu
diperparah dengan lemahnya komitmen menerapkan kebijakan promotif dan preventif
kesehatan.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Pusat Kajian
Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas
Indonesia, Hasbullah Thabrany mengatakan bahwa belum ada yang menghitung berapa
beban ekonomi yang ditimbulkan diabetes dan penyakit komplikasinya.
“Yang jelas seharusnya pemerintah mengalokasikan
anggaran Rp2 triliun untuk program promotif dan preventif penyakit tak menular
termasuk diabetes,”ucapnya
Berdasarkan data IDF menyebutkan secara global sekita
387 juta jiwa hidup dengan diabetes dan itu akan bertambah pada kisaran 592
juta jiwa pada tahun 2035 mendatang.
Sementara berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 prevelansi diabetes di Indonesia mencapai sekitar 6,9
persen.
Sedangkan untuk biaya bagi penderita diabetes dengan komplikasi gagal ginjal yang membutuhkan cuci darah rutin.
Biaya cuci darah rutin sekitar Rp800,000 per sekali
cuci darah, bila sang penderita diabetes harus menjalani aktivitas tersebut
sebulan tiga kali untuk bertahan hidup selama lima tahun maka biaya yang
dibutuhkan adalah sekitar Rp100 juta.
Photo by @Lorcasz use Xiaomi RedMi 1S
Photo by @Lorcasz use Xiaomi RedMi 1S