Kalau udah baca tulisan w tentang judul yang sama bagian satu maka ini adalah lanjutan dari acara yang w datangin
Silakan kita lanjutan,
jadi acara ini terus berlangsung tapi untuk diskusi w ndak ikut karena pikir w
soal kasus ini pasti akan banyak orang berbicara tetapi faktanya tetap berjalan
ditempat.
Tapi w memilih untuk
melihat Korea Utara dari sisi lain tanpa ada unsur diskusi atau politisasi
yaitu nonton film tentang kehidupan warga Korea Utara yang memprihatinkan.
Kembali ke acara
akhirnya w sama cwek w pun nonton film tentang Korea Utara yang berjudul Crossing.
Acaranya sendiri mulai pukul 18.30 namun sebelumnya ada pertemuan dengan jajaran Direktur Permuseuman (project kantor) setelah itu jemput cewek di Hoteal Atlet Century karena dia ada acara komunitas dan pekerjaannya.
Setelah ketemu dan jemput
akhirnya w ama cewek w pun pergi ke Gallery Cemara di kawasan belakang
Sarinah-Thamrin.
Setelah turun di tempat kejadian,
karena masih ada waktu w dan cewek w pun duduk di pelataran parkir Gallery
Cemara sambil menunggu w pun mengeluarkan laptop untuk pindahin gambar dan video
yang belum sempat.
Sementara cewek w pun terima
telepon dari salah satu pasien barunya, cukup lama dia berbicara dan w pun
memindahkan akhirnya w dan cewek w masuk ke dalam.
Begitu di dalam w pun melihat
lagi gambar-gambar yang menjadi ilustrasi kehidupan di sana, karena w pun udah
melihat akhirnya w memilih duduk dan cewek w lah yang melihat-lihat cuplikan
gambar disana.
Cukup lama w dan cewek w menunggu
dan akhirnya pukul 19.00 w naik ke atas untuk melihat film tersebut namun tetap
delay.
Setelah lama berkata sambutan
dari berbagai pihaknya, akhirnya pelem Crossing sendiri diputar dan jujur w
baru tahu kalau ada pelem tentang Korea Utara walau itu yang produksi adalah
Korea Selatan.
Jadi ceritanya tentang sebuah
keluarga warga negara Korea Utara dengan satu anak, pekerjaan c Bapak yang bernama Kim Yong Soo adalah pekerja tambang batu bara yang menjadi
rutinitas mereka
Bahkan ketika istirahat pun Kim Yong Soo dan teman-teman bermain sepakbola dengan diawasi oleh tentara hingga ada
seorang rekannya mengajaknya untuk bergabung untuk sebuah event
Namun dibalik kinerja sang suami
tersimpan kehidupan yang menjadi ciri khas dari masyarakat Korea Utara yaitu hidup
dalam kesederahaan hingga kekurangan pangan
Ini bisa dibuktikan dengan sebuah
adegan ketika keluarga ini sedang memakan beras mereka dalam panci penyimpanan
menipis dan tragisnya adalah ada adegan
dimana sang ayah bingung memikirkan bagaimana agar bisa makan tiba-tiba dirinya
melihat anjing kecil putih mereka (mirip banget kayak guguk piaran dirumah w,
Nobel) dan tiba-tiba adegan itu hilang dan muncul pagi hari dimana mereka
bertiga makan dengan lahap
Walau sang anak bernama Kim Joon menyadari ketika
makan dirinya tidak mendengar gonggongan sang anjing berlari ke kandang dan
melihat tidak ada namun itu membuat sang ayah marah besar dan dia sadar daging
apa yang dia makan lantas dimuntahkannya.
Sang istri, Yong Soo ternyata terkena
diagnosa penyakit TBC akut dan harus diberikan obat, nah masalahnya ada obat
itu tidak ada di negeri itu satu-satunya cara adalah berangkat ke Tiongkok dan
itu tidak mungkin terjadi.
Sementara itu kolega c Kim Yong Soo yang
anggota partai suatu ketika mengobrol dan memberikan sebuah buku yang ternyata
Alkitab sambil mengobrol dan minum alcohol buatan AS, si kolega ini berbicara
kalau buku yang dipegang itu adalah buku tentang kehidupan.
Kenapa tidak mungkin terjadi
karena Tiongkok dan Korea Utara adalah sahabat baik namun sisi negative adalah
para penduduk Korea Utara banyak kabur ke Tiongkok dan bekerja jika tertangkap
oleh Biro Keamanan dan Politik Tiongkok maka warga yang kabur ini tidak
segan-segan untuk merampas uang dan segala yang dimiliki oleh warga yang kabur
dan langsung mengembalikan mereka ke korut dan sampai di korut maka siksaan
akan menyambut mereka bahkan lebih sadis.
Dan itu tidak pandang apakah pria
atau wanita, bahkan wanita hamil pun mereka akan dengan senang hati
menyiksanya.
Kembali ke film, disaat kegalauan
terjadi akhirnya diputuskan lah si Kim Yong Soo untuk ke Tiongkok dengan menyebrang
sungai perbatasan namun ketika menyebrang dirinya melihat ada sesosok mayat
ngambang dengan sedikit teriak ternyata selain mayat ada juga pria tua namun
sang pria tua ini ketahuan oleh petugas perbatasan sementara si bapak lolos
dengan sembunyi di semak-semak yang tidak terlihat.
Setelah aman, barulah dirinya
bisa menyeberang ke Tiongkok dan bekerja pada sebuah pabrik pengelolaan kayu
dirinya bekerja sebagai kuli angkut, ditengah ketenangan dan berusaha untuk
membeli obat dari upah yang didapat ternyata ada patroli mendadak oleh pihak
biro keamanan dan politik Tiongkok.
Kejar-mengejar pun tidak
terelakan, c Kim Yong Soo bersama dengan teman-teman seperjuangannya bisa menghindar
dan bersembunyi walau harus kehilangan tas yang berisi uang hasil jerih
payahnya selama ini.
Disaat bersembunyi tiba-tiba ada
seorang pria yang memanggil mereka dan menyatakan bisa membantu mereka
sejahtera, karena mereka percaya akhirnya si Kim Yong Soo dan teman-temannya mengikuti
apa yang dilakukan oleh sang pria yang ternyata penggiat HAM
Mereka dibawa ke pusat kota
dengan segala kemewahan yang selama ini mereka tidak pernah lihat di negaranya,
mereka sempat makan sate yang ada di pinggir jalan.
Akhirnya aksi mereka ini pun
terlaksana dimana Kim Yong Soo dan koleganya dibawa dalam sebuah mobil ketika
berada di depan Kantor Kedutaan Besar Jerman seperti dalam satu komando begitu
pintu mobil dibuka dan pintu gerbang kedutaan dibuka maka mereka langsung
berlarian menuju dalam dan membuat panic semua pihak terutama keamanan
kedutaan.
Dengan segala upaya termasuk
menyelamatkan seorang ibu dan anaknya yang hampir diseret oleh pihak kedutaan
keluar areal gedung dan pihak kepolisian Tiongkok siap menyambut maka sang ibu
pun dapat dibawa masuk kembali ke dalam areal kedutaan dan pihak Tiongkok Cuma
bisa gigit jari.
Sambil menunggu aman pun, para
pelarian korea utara ini pun masuk dengan cepat ke dalam mobil beriringan
menuju bandara ke Korea Selatan dengan segala identitas baru.
Setelah sampai di Korea Selatan,
KimYong Soo pun bekerja disebuah restoran dan terus mencari obat untuk sang
istri ketika berada disebuah klinik dan memberikan secarik kertas lantas si
petugas klinik mengatakan bahwa untuk obat TBC disediakan gratis.
Begitu mendengar kata gratis, Kim Yong Soo langsung bertanya dengan semangat dimana bisa mendapatkan itu, lantas si
petugas klinik memberikan arah jalannya.
Hari demi hari Kim Yong Soo memberikan obat TBC tersebut dalam bentuk tabung besar dan menaruhnya di meja
dekat tempat tidur begitu juga dengan bola serta sepatu bola untuk sang anak.
Namun di Korea Utara sendiri,
sang istri harus meregang nyawa karena tidak adanya pasokan makanan dan
bertambah berat batuknya dan meninggal dalam kesendirian karena Joon yang
sedang sekolah.
Begitu Joon pulang dirinya
bingung kenapa banyak orang dan tentara ternyata tetangganya memberitahu kalau
ibunya sudah tiadanya.
Karena Korea Utara itu tertutup
maka untuk mengangkut jenazah pun menggunakan truk tronton tentara begitu
dimasukan ke dalam Joon baru sadar dan menangis sekencang-kencangnya dan
mengejar truk yang mengangkut jenazah sang ibu hingga tidak bisa dikejar karena
dirinya ingat dengan janji sang bapak untuk meminta sang anak menjaga ibunya
namun janji itu tidak bisa dijalankan penuh.
Karena tidak punya siapa-siapa
lagi maka Joon pun ke sekolah dengan biasanya namun suatu hari ketika
pulang dirinya mendapati kalau isinya rumahnya kosong yang ternyata sudah
dijual oleh tetangganya.
Uang hasil penjualan isi rumah
diberikan kepada Joon, dan mulai lah Joon berkelana tanpa arah karena
tidak ada lagi yang bisa dia berlindung.
hingga suatu saat dirinya
tertangkap oleh tentara perbatasan dikarenakan mencoba kabur menuju Tiongkok
untuk mencari sang ayah bersama teman perempuan, Mi-Seon anak dari teman bapaknya.
Ketika tertangkap maka dimulainya
bagaimana kehidupan kamp politik Korea Utara dimana anak-anak harus bekerja
memecah batu menjadi kecil-kecil.
Karena keterbatasan akses
kesehatan makan teman perempuan Joon, Mi-Seon pun menderita sakit kulit atas dasar
rekomendasi temannya untuk menyembuhkan itu adalah dengan kulit tikus yang
ditempel maka dicari lah tikus dan dapat kemudian dikuliti setelah itu
ditempelkan ke pundak teman perempuannya.
Namun sayangnya bukannya sembuh
yang didapat melainkan tumbuhnya belakung di dalam pundaknya dan berakhir
dengan kematian ketika dua anak ini mencoba sepeda prajurit Korea Utara yang
meminta sang anak untuk membersihkannya, Mi Seon pun terjauh dari sepeda.
Sementara di Korea Selatan Kim Yong Soo pun terus menghubungi koleganya untuk memantau sang anak serta istri
namun ketika berada di stasiun dan menerima telepon kaget lah dirinya bahwa ada
kabar sang anak di penjara politik Korut dan sang istri meninggal
Sontak dirinya frustasi sampai
rumah dan kembali bertanya kepada orang yang memberikan tempat tinggal dan
membantu mengeluarkan dari Korut dengan memaki apa gunanya hidup ini.
Setelah Joon keluar dari
penjara kamp politik dan diseberangkan ke perbatasan tentunya dengan praktek
suap maka Joon pun tiba di perbatasan Tiongkok dan dibantu oleh seorang
broker.
Singkat cerita Joon pun
berhasil keluar dari pantauan Biro Keamanan dan politik Tiongkok dan broker pun
menyebrangkan sang anak dengan tulisan “ antarkan saya ke Kedutaan Korea
Selatan untuk bertemu dengan ayah saya” dileher ke pintu masuk gurun gobi
menuju Mongolia.
Berhari-hari berjalan di gurun
gobi dengan udara panas dan angin kencang pada malam hari akhirnya Joon pun meninggal dunia dan Kim Yong Soo pun hanya bisa meratapi karena ketika
berangkat menuju Mongolia tertahan karena dalam tasnya banyak sekali tablet
obat TBC.
Bagi w film ini ada sebagai
representative dari kehidupan yang ada di Korea Utara walau yang buat itu
adalah sineas Korea Selatan tapi dengan keadaan yang kita tahu lewat film ini
kita menjadi tahu.
Bagaimana beringasnya para
prajurit ini melihat dengan hina warga korea utara yang bermasalah terutama
para wanita dengan mudahnya mereka memperkosa secara beramai-ramai sampi
memukul berdarah-darah.
Bahkan untuk aborsi pun mereka
punya cara tersendiri dimana perempuan yang hamil diperintahkan untuk telentang
kemudian menyuruh dua orang pria dibawah todongan senapan membawa dan
meletakkan sebidang kayu kayak model papan skateboard di atas perut wanita
hamil tersebut daaann.. dua pria ini dibawah todongan senapan melakukan
kegiatan “jungkat-jangkit” (bisa dibayangkan kan bagaimana kejamnya)
Kelar pemutaran, diadakan tanya
jawab seputar film dan kondisi terakhir di Korea Utara kebetulan dalam pekan
HAM ini hadir dua orang saksi mata bagaimana kekejaman yang dilakukan oleh para
prajurit Korut
.
Kelar tanya-jawab maka dilanjutkan
dengan ramah tamah dengan kudapan kue snack, w pun ngobrol dengan beberapa tamu
yang w kenal seperti perwakilan dari PBB dan panitia yang juga wartawan senior
yaitu ka Maria bahkan w kepengen bisa mendapatkan copy film tersebut.
Setelah ramah-tamah akhirnya w
dan cewek w pun keluar dari Gallery Cemara menuju ke jalan Wahid Hasyim depan
Hotel Cemara untuk mencari taksi pulang.
Stelah mendapatkan taksi akhirnya
w menuju ke kostan cwek w untuk mengantarkan pulang dan selanjutnya menuju
Bekasi tempat tinggal w.
Demikian Pekan HAM Korea Utara yang w hadiri mau tau bagaimana aksi para penggiat ini di depan Kedutaan Besar Korea Utara bahkan bergesekan dengan para staff kedutaan ? nantikan yaa !
Gallery Cemara
@Lorcasz